Oleh: Redaksi Rakyat Menilai
Di tengah hiruk-pikuk isu politik domestik, Presiden Prabowo Subianto kembali melempar sebuah gagasan yang mengejutkan: Memprioritaskan pengajaran Bahasa Portugis di sekolah-sekolah Indonesia.
Reaksi awal publik tentu beragam. Ada yang sinis, ada pula yang bingung. “Kenapa bukan Mandarin atau Arab?” tanya sebagian orang.
Namun, tahan dulu jempol netizen Anda. Jika kita menelaah lebih dalam dengan kacamata geopolitik dan strategi ekonomi out of the box, usulan ini sebenarnya adalah langkah catur jenius.
Prabowo tidak sedang mengajak kita bernostalgia masa lalu. Ia sedang membidik masa depan di mana Indonesia menjadi pemain kunci bersama para raksasa ekonomi baru.
Mari kita bedah alasannya, terutama dengan melihat fakta mencengangkan dari Brasil.
1. Brasil: Raksasa Ekonomi yang “Berbicara” Portugis
Mengapa harus Portugis? Jawabannya ada pada satu negara: Brasil.
Negara ini bukan hanya soal sepak bola atau tarian Samba. Brasil adalah powerhouse ekonomi dan teknologi yang sangat relevan bagi kebutuhan Indonesia saat ini.
A. Demografi Raksasa: Separuh Amerika Selatan
Pertama, mari bicara skala pasar. Brasil adalah rumah bagi lebih dari 215 juta jiwa.
Untuk memahami betapa besarnya angka ini, mari kita lihat konteks regionalnya. Total penduduk benua Amerika Selatan mencapai sekitar 440 juta jiwa.
Artinya, hampir 50% atau separuh populasi dari satu benua tersebut berada di Brasil sendirian!
Negara-negara tetangganya yang berbahasa Spanyol jauh tertinggal dalam hal jumlah penduduk.
Bahkan, coba Anda gabungkan total penduduk Argentina, Kolombia, dan Peru sekaligus. Angka gabungan tiga negara besar itu masih kalah jika dibandingkan dengan populasi Brasil.
Jadi, dengan menguasai Bahasa Portugis, kita tidak hanya membuka pintu ke satu negara, tetapi langsung memegang kunci akses ke separuh pasar konsumen di Amerika Selatan.
B. Raja Biofuel dan Kemandirian Energi
Selain pasar yang besar, Brasil punya teknologi yang kita butuhkan. Saat dunia baru sibuk berteriak soal “Go Green”, Brasil sudah melakukannya sejak dekade 70-an.
Brasil adalah pionir dan pemimpin dunia dalam teknologi bioetanol berbasis tebu. Mereka berhasil memaksa industri otomotif global untuk memproduksi mobil Flex-Fuel.
Di sana, kendaraan bisa berjalan dengan 100% etanol. Anda tidak akan menemukan bensin murni di SPBU Brasil. Campuran wajib etanol di sana sudah mencapai 27% (E27).
Apa relevansinya bagi kita? Indonesia kaya akan sumber daya nabati seperti sawit, tebu, dan singkong. Kita sangat butuh teknologi ini untuk lepas dari jeratan impor BBM.
Kerjasama riset ini butuh bahasa yang sama. Penguasaan Bahasa Portugis akan membuat transfer teknologi (ToT) berjalan mulus tanpa distorsi penerjemah.
C. Embraer: Sang Penakluk Langit dari Selatan
Siapa bilang negara berkembang tidak bisa bikin pesawat canggih? Brasil membungkam keraguan itu dengan Embraer.
Embraer kini duduk sebagai produsen pesawat komersial terbesar ketiga di dunia, tepat di bawah Boeing (AS) dan Airbus (Eropa). Mereka merajai pasar regional jet atau pesawat jarak menengah.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah pasar pesawat regional terbesar. Daripada hanya jadi pembeli, kita harus bisa terlibat dalam rantai pasoknya.
Penguasaan Bahasa Portugis membuka peluang bagi insinyur dirgantara kita untuk bekerja di sana. Ini juga akan memperlancar kerjasama PTDI dengan Embraer dalam pengembangan teknologi pertahanan dan sipil.
2. Samudra Biru Peluang Kerja (Job Opportunity)
Pasar tenaga kerja kita saat ini “berdarah-darah”. Kita terlalu fokus bersaing di pasar berbahasa Inggris yang sudah sangat jenuh.
Kita butuh Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru)—mencari pasar yang minim persaingan tapi bernilai tinggi.
Lihat potensinya jika anak muda kita fasih Bahasa Portugis:
- Insinyur Energi & Dirgantara: Investasi Brasil di sektor bioenergi terus meningkat. Tenaga ahli Indonesia yang bisa berbahasa Portugis akan menjadi aset “Premium” dengan gaji standar global.
- Diplomasi Ekonomi: Brasil adalah anggota BRICS dan pintu gerbang pasar Amerika Latin. Pengusaha kita butuh negosiator ulung yang mengerti bahasa dan kultur bisnis mereka.
- Ekspansi ke Afrika: Bahasa ini juga membuka pintu ke Angola dan Mozambik. Dua negara Afrika ini kaya minyak dan ekonominya sedang meroket.
3. Jembatan Pendidikan dan Beasiswa
Brasil memiliki sistem pendidikan teknik pertanian dan penerbangan yang sangat mumpuni.
Sementara itu, Portugal adalah pintu masuk pendidikan tinggi standar Uni Eropa. Biaya di sana relatif lebih terjangkau dibanding Inggris atau Amerika Serikat.
Prioritas bahasa ini akan membuka keran beasiswa yang selama ini “sepi peminat” hanya karena kendala bahasa.
Bayangkan putra-putri daerah kita belajar teknologi tebu langsung ke Sao Paulo. Lalu, mereka pulang membangun kemandirian energi di desanya masing-masing.
Kesimpulan: Visi Global untuk Kemandirian Bangsa
Inisiatif ini sejatinya harus dimaknai sebagai manuver strategis. Tujuannya jelas: memperluas cakrawala diplomasi ekonomi Indonesia.
Memprioritaskan Bahasa Portugis bukanlah langkah mundur ke masa lalu. Ini adalah upaya pragmatis untuk menyerap kemajuan teknologi negara mitra.
Mulai dari pasar konsumen raksasa yang mencapai setengah populasi Amerika Selatan, kemandirian energi berbasis nabati, hingga industri dirgantara canggih. Kita sedang membangun “infrastruktur bahasa”.
Infrastruktur ini krusial untuk memperlancar transfer teknologi dan investasi di masa depan. Dukungan terhadap kebijakan ini adalah bentuk kesiapan kita.
Kita harus siap mendiversifikasi kompetensi sumber daya manusia nasional. Dengan penguasaan bahasa yang menjadi kunci di Afrika dan Amerika Latin ini, Indonesia tidak lagi hanya menjadi penonton.
Kita siap menjadi mitra sejajar dalam kancah global. Gagasan ini membuktikan satu hal: Visi Indonesia Emas membutuhkan terobosan yang berani, adaptif, dan berorientasi pada peluang riil di peta kekuatan ekonomi baru dunia.







