JAKARTA, rakyatmenilai.com – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan catatan akhir tahun yang kritis terhadap kondisi pendidikan tinggi nasional. Politisi senior Partai Golkar tersebut menyoroti adanya fenomena paradoks, di mana pertumbuhan kuantitas mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dinilai belum berbanding lurus dengan peningkatan kualitas riset dan inovasi.
Pernyataan tersebut disampaikan Hetifah secara daring dalam diskusi publik bertema Evaluasi & Outlook Pendidikan Tinggi & Riset Menuju Kampus Global yang diselenggarakan Universitas Paramadina Jakarta pada Selasa (16/12). Dalam forum tersebut, ia menekankan pentingnya refleksi atas berbagai tantangan struktural yang masih menghambat tata kelola pendidikan tinggi nasional.
“Pertumbuhan jumlah mahasiswa, program studi, dan penerimaan yang masif di PTN tidak selalu diiringi peningkatan mutu pendidikan dan riset,” jelas Hetifah sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis kepada Parlementaria pada Rabu (17/12/2025).
Kritik Terhadap Orientasi Pendidikan Massal
Hetifah menyayangkan kecenderungan sejumlah PTN yang dalam dua dekade terakhir berlomba meningkatkan jumlah mahasiswa hingga puluhan ribu orang per tahun. Dampaknya, rasio dosen dan mahasiswa menjadi tidak ideal, ukuran kelas membengkak, dan kualitas proses pembelajaran berisiko menurun.
Kondisi ini, menurut Hetifah, menggeser peran universitas menjadi sekadar institusi pendidikan massal yang mencetak gelar sebanyak-banyaknya, namun belum optimal sebagai pusat keunggulan intelektual. Selain itu, ia menilai hal ini menciptakan persaingan tidak sehat dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang memiliki keterbatasan anggaran dibanding PTN Badan Hukum (PTN-BH).
Padahal, PTS selama ini berkontribusi signifikan dalam memperluas akses pendidikan di daerah meski tanpa dukungan APBN yang memadai. Atas dasar itu, Komisi X DPR RI secara konsisten mendorong kebijakan afirmatif bagi institusi swasta.
Dorong BOPT untuk PTS dan Kesejahteraan Dosen
Salah satu inisiatif strategis yang diperjuangkan adalah pemberian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT) bagi PTS. Skema ini diharapkan dapat mengikuti prinsip keadilan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada jenjang pendidikan dasar.
“BOPT untuk semua perguruan tinggi merupakan ikhtiar memastikan PTS juga mendapatkan jaminan negara, sehingga akses dan keberlanjutan pendidikan tetap terjaga,” tegas Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Golkar tersebut.
Tak hanya soal institusi, Hetifah juga memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan dosen non-ASN yang mayoritas mengabdi di PTS. Ia mendesak agar penyesuaian tunjangan profesi segera dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu lebar dengan dosen ASN.
Perkuat Akses KIP Kuliah di Kampus Swasta
Dari sisi akses mahasiswa, Hetifah memastikan Komisi X terus memperjuangkan peningkatan kuota Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di PTS. Hal ini penting untuk menghapus diskriminasi terhadap mahasiswa dari keluarga kurang mampu berdasarkan status perguruan tinggi mereka.
Semangat kesetaraan ini rencananya akan diperkuat melalui Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Melalui regulasi tersebut, diharapkan tercipta ekosistem pendidikan yang seimbang antara PTN dan PTS, baik dari sisi pendanaan maupun tata kelola.
“Tahun depan harus menjadi momentum perbaikan tata kelola pendidikan tinggi. Bukan sekadar mengejar angka dan kuantitas, tetapi mengembalikan kampus sebagai pusat keunggulan, keadilan, dan pencerahan bangsa,” pungkasnya. {}







