Jakarta, RakyatMenilai.com – Isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) kembali menghiasi panggung politik nasional, menyeret-nyeret nama Ketua Umum Bahlil Lahadalia sebagai target penggantian. Namun, gelombang desas-desus ini seolah tak berdaya ketika dihadapkan pada ketenangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sarmuji. Alih-alih merespons dengan panik, Sarmuji justru menepisnya dengan analogi yang cerdas dan menohok.
Dalam sebuah pernyataan yang ringkas namun tegas, Sarmuji menegaskan bahwa kabar tersebut tidak lebih dari rumor tak berdasar. Baginya, menanggapi isu semacam ini hanya membuang energi.
“Desas-desus tidak perlu ditanggapi. Ibarat asap tanpa api,” kata Sarmuji, memberikan perumpamaan yang kuat bahwa isu itu tidak memiliki landasan faktual yang jelas. Pernyataan ini seolah menjadi tameng bagi kestabilan internal partai yang kini sedang dibangun.
Narasi yang beredar menyebutkan bahwa istana sudah memberikan lampu hijau untuk mengganti Bahlil. Ini adalah klaim yang sangat sensitif, yang bertujuan menciptakan ketidakpastian di internal partai. Namun, tanpa bukti kuat, klaim ini hanya menjadi amunisi kosong yang mudah dimentahkan. Sikap dingin Sarmuji terhadap kabar ini menunjukkan bahwa narasi tersebut tidak memiliki cukup daya untuk mengganggu fokus partai.
Lebih jauh, dorongan untuk mengganti Bahlil disebut-sebut menguat karena dia dianggap terlalu dekat dengan Presiden Jokowi yang kini sudah tidak menjabat. Pandangan ini, yang dianggap sebagian kalangan internal sebagai “aib,” seolah-olah mengesampingkan fakta bahwa Bahlil, sebagai seorang menteri, memang menjalankan tugasnya di bawah kepemimpinan Presiden sebelumnya. Mengaitkan kinerja kabinet dengan persoalan internal partai adalah sebuah lompatan logika yang patut dipertanyakan.
Selain itu, Bahlil juga dituding merusak citra pemerintah dengan berbagai skandal. Sejumlah isu seperti skandal tambang Raja Ampat, larangan pengecer menjual LPG 3 kilogram, dan intrik-intrik lain diangkat kembali untuk memanaskan suasana. Namun, tudingan-tudingan ini seringkali tidak disertai dengan bukti yang memadai dan cenderung menjadi bagian dari kampanye hitam yang terorganisir.
Fakta bahwa isu-isu ini dimunculkan kembali saat desas-desus Munaslub mencuat, seolah menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mendiskreditkan Bahlil. Ini adalah taktik lama dalam dunia politik yang seringkali menggunakan kabar burung dan isu miring untuk menjatuhkan lawan atau merebut kekuasaan. Sarmuji, sebagai Sekjen, tampaknya memahami betul dinamika ini.
Informasi liar yang diterima oleh beberapa media bahkan semakin detail dan terkesan personal. Disebutkan bahwa restu untuk Munaslub sudah disampaikan secara gamblang kepada politikus Nusron Wahid, yang juga menjabat Menteri ATR/Kepala BPN. Konon, Nusron dipanggil menghadap ke Hambalang dan Munaslub harus digelar sebelum pergantian tahun.
Penyebutan nama Nusron Wahid dan Hambalang dalam desas-desus ini semakin menunjukkan betapa spekulatifnya isu yang beredar. Ini bukan lagi soal perbedaan pendapat, melainkan sudah memasuki ranah intrik politik yang penuh dengan fantasi. Alih-alih menjadi api yang menyala, rumor ini justru terlihat seperti kembang api yang meledak di langit, terlihat indah tapi seketika lenyap tanpa meninggalkan jejak.
Sarmuji sendiri, dengan kebijaksanaannya, memilih untuk tidak banyak menanggapi. Sikap ini adalah langkah strategis untuk tidak memberikan panggung pada isu yang tidak berdasar.
Dia menegaskan bahwa narasi seperti ini hanya akan menguras energi internal yang seharusnya dialihkan untuk konsolidasi dan program kerja partai ke depan.
Sikap tenang dari Sekjen Sarmuji seolah memberikan sinyal kuat kepada pihak luar bahwa kestabilan internal partai tidak tergoyahkan oleh rumor murahan.
Jika memang ada masalah serius, tentu saja penyelesaiannya akan dilakukan melalui mekanisme partai yang sah dan bukan melalui bisik-bisik di belakang layar.
Oleh karena itu, bagi kader dan simpatisan, pernyataan Sarmuji ini adalah penegasan bahwa kepemimpinan Bahlil masih solid dan agenda Munaslub yang digulirkan hanyalah narasi kosong. Terlalu dini untuk merespons sesuatu yang bahkan tidak memiliki dasar.







