Misbakhun: Beban APBN Kian Berat, Kompensasi Subsidi Energi Tumpuk di Tahun Berikutnya!

Ketua Komisi XI DPR RI Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Keuangan Negara, Ungkap Tunggakan Kompensasi Listrik Capai Puluhan Triliun

Parlemen167 Views

Senayan, RakyatMenilai.com Komisi XI DPR RI menyoroti beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kian berat. Hal ini, menurut mereka, disebabkan oleh mekanisme subsidi energi yang berbasis kuota. Skema ini berimplikasi langsung pada munculnya biaya kompensasi ketika realisasi subsidi melewati batas kuota yang ditetapkan.

​Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan bahwa konsekuensi dari mekanisme ini harus ditanggung oleh APBN tahun berikutnya.

​“APBN di tahun berjalan harus bertanggung jawab terhadap subsidi di tahun sebelumnya dalam bentuk biaya kompensasi,” tegas Misbakhun dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Menteri Keuangan (Menkeu), di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025), dikutip dari laman DPR RI.

​Sebagai legislator dari Fraksi Partai Golkar, ia pun menekankan perlunya kejelasan mengenai keberlanjutan skema tersebut di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan yang baru.

​Pasalnya, harus ada sebuah kepastian apakah mekanisme ini nanti akan tetap digunakan, atau kemudian alokasi subsidinya yang akan bersifat fluktuatif, naik dan turun.

​“Karena kompensasi dan subsidi itu grafiknya sama, hanya penyebutan komponennya yang berbeda dalam APBN,” ungkapnya.

Sorotan terhadap Tumpukan Tunggakan dan Kewajiban Pemerintah

​Dalam kesempatan itu, anggota dewan asal Probolinggo–Pasuruan ini memaparkan data terbaru mengenai kompensasi listrik yang menumpuk.

​Ia menjelaskan bahwa kompensasi kuartal pertama PLN mencapai Rp27,6 triliun.

​Angka fantastis ini, menurutnya, mencerminkan beban subsidi tahun 2024 yang belum terbayarkan dan akan menjadi biaya kompensasi di tahun 2025.

​Selain kompensasi yang menumpuk, Misbakhun juga menyoroti tunggakan lain yang belum diselesaikan.

​Di antaranya adalah diskon listrik sekitar Rp13,6 triliun serta kekurangan subsidi tahun 2024 sebesar Rp3,82 triliun.

​Ia meminta pemerintah mengecek kembali data tersebut karena ada indikasi belum seluruh kewajiban subsidi dibayarkan.

Perbaikan Tata Kelola dan Dukungan untuk BUMN

​Di akhir pernyataannya, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa penekanan yang ia sampaikan bukan dimaksudkan untuk saling menyalahkan.

​Melainkan, untuk memperbaiki tata kelola keuangan negara, khususnya terkait kewajiban pemerintah terhadap BUMN yang menjalankan tugas pelayanan publik (PSO).

​“Kita ingin memperbaiki tata kelola. Jangan sampai BUMN-BUMN yang mendapatkan tugas PSO, kemudian kewajiban finansialnya tidak segera ditunaikan,” pungkasnya.