JAKARTA – RAKYAT MENILAI | Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan, melontarkan kritik tajam terhadap usulan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) menjadi 70 tahun. Ia menilai usulan tersebut berpotensi menghambat regenerasi, menurunkan produktivitas, dan menciptakan stagnasi dalam birokrasi, terutama di daerah.
“Kalau survei BPS kan, usia harapan hidup penduduk Indonesia 72 tahun, kalau pensiunnya 70 tahun, kapan mereka sama anak dan cucunya istirahat menikmati hari tua,” ujar Irawan, Senin (2/6).
Dalam pandangannya, perpanjangan usia pensiun tidak menjawab akar persoalan ASN, justru menambah persoalan baru. Irawan menyebut revisi UU ASN sebaiknya digunakan untuk membenahi sistem pensiun ASN yang saat ini tidak memadai.
“Saat ini desain pensiun ASN tidak cukup memadai untuk memberikan perlindungan hari tua. Nilai manfaat pensiun yang diterima ASN relatif sangat rendah dibandingkan dengan penghasilan aktif saat bekerja,” jelasnya.
“Semakin Lama Jabatan Dipegang, Semakin Besar Moral Hazard”
Politisi asal Dapil Jawa Timur V itu menilai, jika usia pensiun ditarik sampai 70 tahun, regenerasi dalam tubuh birokrasi justru akan macet. Ia mengingatkan bahwa banyak pejabat bisa menduduki posisi strategis di usia muda.
“Orang sudah bisa jadi Dirjen umur 42 tahun. Kalau dia terus di situ sampai 70 tahun, bisa 28 tahun di posisi itu. Di bawah ini nggak jalan regenerasinya,” kata Irawan.
Lebih jauh, Irawan memperingatkan soal potensi penyalahgunaan jabatan jika seseorang terlalu lama berada di satu posisi.
“Semakin lama orang menduduki jabatan tersebut, potensi moral hazard semakin besar. Dan semakin lama dia di situ, produktivitas kerjanya juga turun,” tegasnya.
Reformasi Pensiun Lebih Mendesak daripada Sekadar Tambah Umur
Usulan perpanjangan batas usia pensiun ini sebelumnya disampaikan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Nasional. Namun bagi Irawan, persoalan yang lebih mendesak justru pembenahan sistem, bukan sekadar memperpanjang masa kerja.
“Saya lebih memilih mendorong reformasi sistem pensiun. Karena sekarang kan orang berpikir lebih banyak yang didapat saat bekerja daripada saat pensiun. Padahal kalau sistem pensiunnya bagus, orang nggak akan mau kerja lagi, maunya pensiun aja,” sindir Wakil Rakyat Golkar itu.
Ia menegaskan bahwa reformasi ASN tak bisa dilakukan dengan jalan pintas. “Birokrasi yang kuat bukan hanya soal kuantitas usia, tapi kualitas kinerja dan inovasi dalam melayani publik,” ujarnya.
Ahmad Irawan: “Data ASN Belum Rapi, Bagaimana Bisa Tetapkan Umur Pensiun yang Akurat?”
Selain itu, Irawan menyoroti persoalan mendasar lain yang kerap diabaikan: kekacauan dalam tata kelola data ASN. Baginya, reformasi birokrasi harus dimulai dari hal paling elementer—pendataan.
“Masih banyak blind spot dalam tata kelola ASN kita. Itu dulu aja dibenahi. Dan itu bagian dari reformasi sistem. Kalau data aja belum rapi, gimana kita bisa menetapkan kebijakan umur yang akurat?” ungkapnya.
Menurut Irawan, konsep peremajaan aparatur negara justru menjadi kunci bagi pemerintahan yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
“Peremajaan sumber daya manusia aparatur negara adalah kunci menuju pemerintahan yang efektif, efisien, dan responsif,” tandasnya.
“Korpri Bukan Pemerintah, Jangan Disamakan”
Irawan juga meluruskan bahwa usulan batas usia pensiun ini baru datang dari Korpri dan belum menjadi sikap resmi pemerintah. “Korpri kan beda dengan pemerintahan,” tegasnya.
Ia juga mengkritisi logika membandingkan usia pensiun ASN dengan TNI-Polri, karena ada banyak perbedaan mendasar dari segi struktur, jenis jabatan, hingga usia masuk kerja.
“Usia rekrutmen kita berbeda-beda. Ada yang masuk usia 21, ada juga setelah 35. Durasi kerjanya beda-beda. Itu dulu yang harus dikaji. Belum lagi, ASN kita ada dua, PPPK dan PNS. Apakah yang dimaksud termasuk PPPK juga?” tukasnya.
Penutup: ASN yang Berkualitas, Bukan Sekadar Bertahan Lama
Bagi Ahmad Irawan, semangat reformasi birokrasi tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan status quo. Menurutnya, ASN yang profesional bukan ditentukan dari seberapa lama mereka bekerja, melainkan dari kualitas kinerja dan pelayanan kepada masyarakat.
“Reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik adalah amanah konstitusi yang harus dijunjung tinggi demi kepentingan rakyat dan kemajuan pembangunan daerah,” pungkasnya.
sumber: golkarpedia







