Transisi Energi Tertinggal, Rusli Habibie Desak ESDM-PLN Segera Tancap Gas: Potensi EBT Jangan Jadi Angka di Kertas!

Anggota DPR Golkar Soroti 66% Pasokan Listrik Masih PLTU Batu Bara, Panas Bumi Gorontalo Wajib Jadi Baseload Baru

Parlemen17 Views

Jakarta, rakyatmenilai.com — Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Rusli Habibie, mendorong Pemerintah—khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero)—untuk segera mempercepat langkah nyata dalam pelaksanaan agenda transisi energi nasional. Rusli Habibie menegaskan, meskipun arah kebijakan sudah tegas tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, kecepatan eksekusi di lapangan masih jauh dari harapan dan harus ditingkatkan secara signifikan.

Rusli Habibie mengingatkan bahwa hingga hari ini, sekitar 66% pasokan listrik nasional masih ditopang oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebagai pembangkit baseload (pembangkit utama). Kondisi ini menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil masih sangat tinggi.

​”Kita harus menemukan formula keekonomian yang tepat supaya proyeknya feasible dan tidak membebani masyarakat,” tegas Rusli Habibie, dikutip dari Fraksi Golkar, Jumat (14/11/2025).

Potensi Raksasa EBT dan Kendala Harga Keekonomian

​Legislator asal daerah pemilihan Gorontalo itu menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat besar dan dapat menjadi alternatif baseload di masa depan. Ia mencontohkan potensi energi angin dan khususnya panas bumi di Provinsi Gorontalo yang sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal.

​Menurut Rusli Habibie, panas bumi, dengan sifatnya yang dapat beroperasi stabil 24 jam penuh, adalah salah satu calon kuat pengganti batu bara. Namun, ia menyoroti perlunya solusi terhadap harga keekonomian panas bumi agar lebih kompetitif dan menarik bagi investor.

​“Panas bumi bisa menjadi tulang punggung pembangkit baseload yang bersih,” ujar Rusli Habibie.

​Ia menambahkan bahwa potensi EBT tidak hanya berada di Gorontalo, tetapi juga tersebar di berbagai daerah lain seperti Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Semua potensi tersebut harus diintegrasikan dan diakselerasi untuk mengejar target bauran energi dalam RUPTL, khususnya periode 2029–2034.

Tuntutan Agar Eksekusi Lebih Agresif

Rusli Habibie secara khusus meminta Kementerian ESDM dan PLN untuk melakukan pemetaan ulang secara lebih progresif terhadap proyek-proyek EBT. Ia mendesak percepatan pada tahapan perizinan, studi kelayakan, hingga percepatan konstruksi, agar target transisi energi tidak sekadar menjadi rencana di atas kertas.

​“Kalau kita ingin transisi energi berjalan cepat, eksekusinya harus lebih agresif. Jangan biarkan potensi besar di daerah hanya menjadi angka dalam dokumen perencanaan. Pemerintah harus menggerakkan ini dengan lebih serius,” tegas anggota Komisi XII ini.

​Percepatan ini diharapkan akan memperkuat ketahanan energi, membuka peluang investasi, serta membawa manfaat langsung bagi masyarakat daerah yang memiliki potensi energi bersih. {…}