Bahlil Lahadalia Targetkan Mandatori B50 Diterapkan 2026, Impor Solar Diharap Berhenti Total!

Menteri ESDM Sebut Kunci Kedaulatan Energi adalah B50, Proyeksi Penghematan Devisa Tembus USD10,84 Miliar di Tahun Pertama Implementasi

Menteri154 Views

Jakarta, rakyatmenilai.com – Pemerintah Indonesia mengambil langkah revolusioner di sektor energi dengan menargetkan penghentian total impor minyak solar pada tahun 2026. Keputusan tegas ini akan diwujudkan melalui implementasi program mandatori biodiesel B50—campuran 50% bahan bakar nabati (Fatty Acid Methyl Ester atau FAME) dalam solar.

​Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa kebijakan ini adalah kunci untuk mencapai kedaulatan energi sejati dan menutup total ketergantungan pada pasokan luar negeri.

​”Atas arahan Bapak Presiden, sudah diputuskan bahwa 2026, insya Allah akan kita dorong ke B50, dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia,” tegas Bahlil di Jakarta, Kamis (9/10), saat menjadi pembicara utama di Investor Daily Summit 2025.

Penghematan Devisa Capai USD40 Miliar

​Langkah maju ke B50 ini didasari oleh keberhasilan program biodiesel yang telah berjalan. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pemanfaatan biodiesel dari tahun 2020 hingga 2025 telah berhasil menghemat devisa negara secara signifikan hingga mencapai USD40,71 miliar.

​Dengan penerapan B50, pemerintah memproyeksikan adanya potensi penghematan devisa tambahan yang sangat besar. Bahlil menyebut potensi penghematan bisa mencapai USD10,84 miliar hanya dalam satu tahun implementasi pada tahun 2026.

​Secara teknis, program B50 dirancang untuk menutup sisa kuota impor yang masih ada di bawah kebijakan B40. Data menunjukkan, pada tahun 2025, impor minyak solar diperkirakan masih berada di angka 4,9 juta kiloliter, atau setara 10,58% dari total kebutuhan nasional. Implementasi B50 akan meningkatkan porsi FAME secara masif, sehingga mampu menggantikan sepenuhnya volume impor tersebut.

Kemandirian Sejati dan Lapangan Kerja Baru

​Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan negara terhadap sumber daya domestik, khususnya sawit, sekaligus memperkuat ketahanan nasional.

​”Ini adalah sebuah keputusan strategis dan bentuk keberpihakan negara terhadap kedaulatan energi kita. Kita tidak bisa terus bergantung pada impor yang menguras devisa dan rentan terhadap gejolak harga global,” ujar Bahlil.

​Ia menambahkan, “Dengan B50, kita maksimalkan potensi sawit dalam negeri, kita perkuat ekonomi petani, dan yang terpenting, kita pastikan ketahanan energi nasional berada di tangan kita sendiri. Ini adalah langkah menuju kemandirian sejati.”

​Untuk mewujudkan target ini, kapasitas produksi FAME harus digenjot dari 15,6 juta kiloliter pada 2025 menjadi 20,1 juta kiloliter pada 2026. Peningkatan produksi ini diperkirakan akan menciptakan efek berganda pada perekonomian, termasuk penyerapan tenaga kerja yang masif, mencapai 2,5 juta orang di perkebunan dan 19 ribu orang di pabrik pengolahan.

​Pada akhirnya, kebijakan B50 di tahun 2026 merupakan penegasan visi pemerintah dalam New Economic Order, membuktikan komitmen untuk mengubah potensi komoditas menjadi kekuatan ekonomi riil.

Sumber:

  • ​Diolah dari pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Investor Daily Summit 2025, (9/10/2025).