JAKARTA, RakyatMenilai.com – Indonesia memiliki ambisi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik (EV) global. Namun, ada satu tantangan besar yang harus dihadapi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam acara International Battery Summit di Hotel Mulia, Jakarta. Menurut Bahlil, Indonesia sudah menguasai sebagian besar bahan baku, namun masih ada satu elemen krusial yang hilang.
Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan bahwa ada empat bahan utama yang menjadi komponen vital dalam pembuatan baterai EV. Ia menyoroti tiga di antaranya sudah dimiliki Indonesia dalam jumlah melimpah.
”Kami melakukan penelitian. Ternyata, bahan baku daripada baterai mobil ini ada empat kan? Nikel, kobalt, mangan, litium, ya,” kata Bahlil.
Dari keempat bahan baku tersebut, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia sudah mempunyai tiga bahan baku yang melimpah, yakni nikel, kobalt, dan mangan.
Masalahnya, untuk satu bahan baku krusial, yaitu litium, Indonesia belum menemukan sumbernya.
”Yang nggak kita punya, litium. Masih kita cari-cari sampai sekarang,” ujar Bahlil, menunjukkan bahwa pencarian sumber litium di dalam negeri masih terus berlangsung.
Meski demikian, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Ia mengungkapkan strategi yang sedang dijalankan untuk mengatasi kekurangan litium ini, yaitu dengan melakukan kerja sama internasional.
”Salah satu negara yang kita akan melakukan kerjasama itu adalah Australia,” katanya.
Alasan memilih Australia tidak lain adalah karena faktor ekonomis yang menguntungkan. Bahlil menyebut biaya transportasi dari Australia akan jauh lebih efisien dibandingkan dari negara-negara lain, seperti yang selama ini diambil dari beberapa negara di Afrika.
Bahlil juga menambahkan, beberapa pelaku usaha asal Indonesia bahkan sudah bergerak lebih cepat dengan mengambil tambang litium di Australia.
Hal ini menunjukkan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta dalam mengamankan pasokan bahan baku krusial untuk industri masa depan.
Namun, saat ditanya mengenai volume kerja sama litium yang akan diimpor, Bahlil tidak dapat memastikan.
”Saya belum tahu volumenya berapa karena saya bukan pengusahanya ya,” katanya, menjelaskan bahwa detail bisnis tersebut berada di ranah pengusaha.
Pernyataan Bahlil ini memperlihatkan transparansi pemerintah dalam menggarap program strategis. Ia juga menggambarkan Indonesia sebagai negara yang proaktif dalam mengatasi tantangan untuk mencapai tujuannya menjadi pusat industri baterai EV dunia.
Sumber: detik







