Cak Imin Usul Gubernur Ditunjuk Pusat, Ahmad Doli Kurnia (Golkar): Pilkada Lewat DPRD & Opsi Asimetris!

Waketum Golkar A. Doli Kurnia Tandjung Ungkap Dua Opsi Baru Tata Kelola Pilkada, Tegaskan Komitmen Partai Jaga Demokrasi dari 'Kebablasan' Pragmatisme

Parlemen410 Views

Jakarta, rakyatmenilai.com – Wacana panas seputar sistem pemilihan kepala daerah kembali memantik perdebatan sengit di kancah politik nasional. Kali ini, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, melontarkan usulan untuk menunjuk langsung gubernur oleh pemerintah pusat, bukan lagi melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Gagasan Cak Imin ini, meskipun kontroversial, ternyata dihargai oleh Partai Golkar. Partai berlambang beringin ini melihatnya sebagai undangan terbuka untuk membahas perbaikan sistem politik di Indonesia, khususnya melalui penyempurnaan sistem kepemiluan.

“Kami menghargai apa yang disampaikan oleh Cak Imin itu. Artinya, PKB saat ini sudah mulai mengundang kita semua, elemen bangsa, secara terbuka untuk memulai pembahasan perbaikan sistem politik melalui penyempurnaan sistem kepemiluan di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar, A. Doli Kurnia Tandjung, kepada wartawan, Jumat (25/7/2025).

Doli Kurnia Tandjung, seorang kader Partai Golkar yang dikenal dengan pemikirannya yang strategis, bahkan berharap perbincangan itu dapat dilanjutkan dan diperdalam oleh para stakeholder bangsa lainnya, terutama sesama partai politik. Ini menunjukkan sikap Golkar yang terbuka untuk berdialog.

Ia mengungkapkan bahwa Golkar saat ini sedang melakukan kajian mendalam mengenai pemilihan kepala daerah. Hasil kajian ini telah mengerucut pada dua opsi konkret yang terus didalami oleh partai tersebut.

“Sekarang kami juga sudah memiliki dua opsi dan terus mendalaminya,” katanya, mengisyaratkan bahwa Golkar tidak sekadar menanggapi, tetapi juga membawa alternatif solusi.

Opsi pertama yang diusung Golkar adalah mengembalikan seluruh pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, ke tangan DPRD melalui mekanisme tidak langsung.

Namun, Golkar memastikan bahwa pemilihan tidak langsung ini akan dibarengi dengan pengaturan seleksi calon yang aspiratif, terbuka, dan berjenjang di internal masing-masing partai politik atau gabungan partai politik pengusung. Ini adalah upaya menjaga prinsip demokrasi meskipun metode pemilihan berubah.

Kemudian, Golkar juga memiliki opsi kedua yang lebih fleksibel, yaitu pemilihan gubernur tetap dilakukan melalui DPRD, namun pemilihan bupati atau wali kota akan dilakukan secara asimetris.

Artinya, ada daerah yang bupati/wali kotanya dipilih melalui DPRD, dan ada pula yang tetap melalui pemilihan langsung, tentu dengan pengaturan khusus dan pertimbangan tertentu yang belum dirinci secara detail.

“Jadi kesimpulan yang sudah final adalah bahwa gubernur memang tidak perlu lagi dipilih dalam sebuah pemilihan langsung, karena dalam sistem pemerintahan kita gubernur itu adalah perpanjangan pemerintah pusat,” jelas Doli, menggarisbawahi logika Golkar terkait posisi gubernur.

Doli Kurnia Tandjung menegaskan bahwa Partai Golkar memiliki komitmen kuat untuk menjaga sendi-sendi demokrasi di Indonesia. Namun, Golkar juga memiliki batas yang jelas dalam pandangannya terhadap sistem tersebut.

Ia memastikan bahwa Golkar tidak akan membiarkan demokrasi Indonesia melaju tanpa kendali hingga terjerumus ke arah “demokrasi super-liberal” yang bisa menyuburkan budaya pragmatisme di tengah masyarakat.

“Intinya adalah Golkar tetap berkomitmen pada posisi menjaga, melestarikan, dan menguatkan pelembagaan demokrasi di Indonesia, namun tidak ingin membiarkan demokrasi kita kebablasan ke arah demokrasi super-liberal dan menyuburkan budaya pragmatisme pada masyarakat kita,” ucap Doli.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Golkar berupaya mencari titik temu antara efisiensi tata kelola pemerintahan dengan kualitas demokrasi yang sehat, jauh dari praktik politik berbiaya tinggi dan potensi konflik yang disoroti Cak Imin.