Christina Aryani Tegas: Aturan PMI Disederhanakan, Perlindungan Tetap Nomor Satu!

Wakil Menteri P2MI Soroti Proses Berliku Penempatan Pekerja Migran Indonesia, Gelar Forum Bilateral dengan Singapura Dorong Jalur Prosedural Lebih Mudah

Menteri167 Views

Jakarta, rakyatmenilai.com – Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen seriusnya untuk membenahi salah satu sektor krusial yang menyangkut hajat hidup jutaan rakyat: tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Dalam sebuah langkah proaktif, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Wamen P2MI), Christina Aryani, menegaskan bahwa penyederhanaan aturan menjadi prioritas utama.

Christina Aryani, yang juga merupakan kader Partai Golkar, mengakui bahwa kompleksitas regulasi selama ini kerap menjadi hambatan bagi para calon PMI. Namun, ia menekankan bahwa upaya penyederhanaan ini tidak akan mengorbankan aspek pelindungan dan kehati-hatian yang fundamental bagi para pekerja migran.

“Ini sudah kami sadari, tapi kami kan juga tidak bisa ‘discount’ soal pelindungan, soal kehati-hatian,” 

Wakil Menteri P2MI Christina Aryani

“Ini sudah kami sadari, tapi kami kan juga tidak bisa ‘discount’ soal pelindungan, soal kehati-hatian,” kata Christina dalam Bilateral Forum Agency di Jakarta, Senin, sebagaimana keterangan KP2MI pada Selasa.

Pernyataan ini menunjukkan keseimbangan antara kemudahan akses dan jaminan keamanan.
Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari inisiatif ini sangat jelas. Seluruh upaya akan diarahkan agar setiap aturan dan tata kelola penempatan PMI dapat dibuat lebih ringkas, transparan, dan pastinya, memudahkan langkah calon pekerja migran yang bertekad mencari nafkah di negeri orang.

“Intinya kami akan berupaya agar aturan dan tata kelola ini disederhanakan dan memudahkan calon pekerja migran yang ingin berangkat bekerja di luar negeri,” imbuh Christina Aryani, memberikan harapan baru bagi ribuan calon PMI.

Penyederhanaan aturan terkait tata kelola penempatan pekerja migran ini menjadi salah satu topik sentral yang dibahas dalam Bilateral Forum Agency. Forum ini merupakan pertemuan penting antara Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) dan Asosiation of Employement Agencies (AEA) dari Singapura.

Pertemuan strategis tersebut berlangsung selama dua hari penuh, pada tanggal 21 dan 22 Juli 2025, menjadi bukti konkret kolaborasi lintas negara dalam mencari solusi terbaik bagi isu PMI.

Dalam forum itu, Ketua Umum Apjati, Said Saleh Alwaini, tak ragu menyampaikan bahwa isu pekerja migran non-prosedural menjadi masalah pelik yang tidak hanya merugikan Indonesia, tetapi juga Singapura.

Alasannya cukup mendasar: tidak adanya kontrol kualitas, kualifikasi, dan kompetensi yang terjamin bagi pekerja migran non-prosedural. Kondisi ini berpotensi besar memicu berbagai masalah serius di kemudian hari, baik bagi pekerja maupun negara tujuan.

Apjati dan AEA Singapura berkomitmen untuk menyepakati dan memformulasikan prosedur-prosedur yang lebih baik. Said Saleh Alwaini berharap rekomendasi ini akan diterima pemerintah. “Untuk jalur prosedural bisa lebih dipakai, dipermudah juga sehingga bisa lebih dipilih untuk para calon pekerja migran Indonesia dan tentunya dari mitra-mitra kerja kita juga di negara sana,” katanya.

Sementara itu, dari pihak Singapura, President Association of AEA Singapore, K. Jaya Prima, mengakui bahwa panjangnya proses menjadi salah satu tantangan dalam penempatan pekerja migran sektor domestik dan caregiver di Singapura, dan hal itu juga yang dirasakan oleh calon pekerja migran.
Jaya Prima mencontohkan berbagai tahapan yang memakan waktu dan biaya, seperti proses registrasi, pembuatan kartu keluarga, pemeriksaan kesehatan, hingga keharusan mendapatkan pelatihan tertentu.

“Rumitnya proses itu membuat calon pekerja migran merasa ingin melewati proses tersebut dan mendapat income secepat mungkin,” katanya, menjelaskan mengapa banyak calon PMI akhirnya memilih jalur non-prosedural yang berisiko.

Oleh karena itu, Jaya Prima sangat berharap Pemerintah Indonesia dapat mengefisiensikan, mempercepat, dan memberikan petunjuk yang lebih jelas terhadap seluruh proses yang harus dilalui calon pekerja migran Indonesia, khususnya di sektor domestik.

“Dengan proses yang lebih jelas, sistem yang lebih efisien dan transparan, serta pekerja migran yang teredukasi, maka proses yang panjang dan melelahkan ini bisa diatasi,” imbuhnya, memberikan solusi konkret dari sudut pandang negara pengguna.

Sebagai langkah nyata, Kementerian P2MI bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) menginisiasi sebuah proyek percontohan yang menjanjikan. Proyek ini akan menempatkan 200 pengasuh lanjut usia (caregiver) ke Singapura.

Ke-200 caregiver yang akan ditempatkan dalam proyek percontohan ini nantinya akan diberikan pembekalan kompetensi khusus, sesuai dengan standar dan kebutuhan yang berlaku di Singapura. Ini adalah upaya untuk memastikan kualitas dan profesionalisme.

Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, menambahkan bahwa proyek ini merupakan awal yang penting untuk menunjukkan keterlibatan pemerintah dalam penempatan caregiver profesional. Harapannya, program ini bisa terus dilanjutkan dan dikembangkan oleh asosiasi maupun Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) lainnya.

“Harapan kami cukup tinggi, agar ini selain meningkatkan kompetensi juga meningkatkan pendapatan karena dengan pembekalan khusus, kami berharap gaji yang akan diterima oleh caregiver Indonesia ini nanti akan lebih naik lagi daripada standar gaji minimum pekerja domestik di Singapura,” imbuhnya, menutup dengan visi peningkatan kesejahteraan PMI.