Jakarta, Rakyat Menilai — Jadi minoritas, kiprah politisi perempuan di parlemen memang bisa dibilang tidak mudah. Hal ini diungkap oleh Dyah Roro Esti, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk Komisi VII yang membidangi energi, riset dan teknologi, dan lingkungan.
Dyah Roro Esti mengawali kariernya sebagai politisi di usia yang terbilang muda, yaitu 25 tahun pada 2019 lalu. Ia pun sempat melalui pahit dan manis menjadi politisi perempuan, ditambah lagi usianya tergolong lebih muda dari anggota DPR yang lain kala itu.
Dalam wawancara beberapa waktu lalu, Dyah Roro Esti pun membocorkan tantangan yang pernah dihadapi dan bagaimana ia mengatasinya.
Seperti apa? Yuk, simak informasi mengenai tantangan menjadi politisi perempuan dan cara mengatasinya menurut Dyah Roro Esti!
BACA JUGA
Mewakili Perempuan dan Generasi Muda, PAN Solo Dorong Sekar Tandjung Maju Pada Pilkada Solo 2024
Tantangan Jadi Politisi Perempuan
Porsi perempuan di kursi legislatif baru sekitar 21 persen dari total keseluruhan anggota DPR. Persentase tersebut terus ditingkatkan dan ditargetkan agar keterwakilan perempuan di legislatif dapat meningkat jadi 30 persen.
“Ada kurang lebih 21 persen perempuan di DPR. Ada target 30 persen yang diharapkan representatifnya adalah perempuan,” ungkap Dyah Roro.
Untuk mewujudkannya tentu tidak terlepas dari campur tangan partai yang mencalonkan perempuan sebagai bakal calon anggota legislatif.
Semisal di partai yang menaungi Dyah Roro, caleg perempuan tercatat sudah lebih dari 30 persen untuk Pemilu 2024 mendatang.
BACA JUGA
“Kita mewujudkan ini lewat partai. Misalnya di Golkar, caleg kita untuk 2024 itu bahkan lebih dari 30 persen untuk perempuan,” imbuh perempuan kelahiran 1993 itu. Selain soal persentase keterwakilan perempuan, tantangan lain yang dirasakan Dyah Roro adalah secara emosional.
Menurutnya, ia sempat dipandang sebelah mata saat pertama masuk parlemen karena ia adalah perempuan dan usianya yang sangat muda. “Kadang-kadang perempuan itu dipandang sebelah mata, apalagi sebagai anak muda,” tutur Dyah Roro.
“Jadi, stereotipnya dulu tuh, udah muda, perempuan pula,” kenangnya lagi. Namun, pandangan tersebut menurutnya berubah seiring berjalannya waktu.
BACA JUGA
Nurul Arifin: Artis Masuk Golkar Tidak Ada ‘Karpet Merah’, Seperti Masuk Hutan Rimba
Mengatasi Tantangan sebagai Politisi Perempuan
Dyah Roro menambahkan, ia dapat mengatasi tantangan yang dialaminya sebagai politisi perempuan seiring dengan berjalannya waktu.
Syaratnya, harus mampu membuktikan diri melakukan yang terbaik dengan cara menyumbangkan gagasan. “Di komisi atau rapat kadang kita merasa masukan kita tidak terlalu didengar,” ungkap Dyah Roro.
“Tapi dengan berjalannya waktu, kita bisa membuktikan bahwa kita mampu. Memang butuh kerja keras yang tidak terlihat,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan, “Pada akhirnya, orang-orang di sekitar tidak lagi menilai kita dari segi perempuan, tapi dari segi gagasan.”
BACA JUGA
Terkait Keterwakilan Perempuan, KPU Diminta Tidak Tunduk Desakan DPR
Di samping itu, Dyah Roro juga membuktikan dirinya mampu memberikan sumbangsih untuk Komisi VII yang membidangi energi, teknologi, dan lingkungan.
Yaitu dengan jabatan lain yang diembannya sebagai Co-founder IE2I atau Indonesiaan Energy and Enviromental Institute yang berdiri pada 2016.
Ini adalah salah satu bentuk lain keseriusan Dyah Roro untuk berkontribusi pada perubahan positif untuk negeri.
Itulah salah satu tantangan menjadi politisi perempuan dan bagaimana ia mengatasinya. Kawan Puan bisa belajar dari Dyah Roro Esti, terutama jika kamu juga terjun ke dunia politik.
Artikel ini sudah tayang di portal berita golkarpedia.com pada Rabu, 12 Juli 2023 >>Judul Artikel: Politisi Perempuan Hadapi Banyak Tantangan, Ini Cara Dyah Roro Esti Mengatasinya!