Firman Soebagyo Soroti Rangkap Jabatan Wamentan sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia: Rawan Benturan Kepentingan!

Senior Golkar itu desak pembenahan total tata kelola BUMN dan dorong Prabowo revisi UU demi cegah konflik kepentingan. 

Parlemen348 Views

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, angkat suara terkait penunjukan Wakil Menteri Pertanian sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia. Meski menyampaikan ucapan selamat, Firman dengan tegas mengingatkan pemerintah akan risiko serius dari praktik rangkap jabatan tersebut.

Menurut Firman, penempatan pejabat aktif kementerian di posisi strategis perusahaan BUMN bukan hal baru, namun tetap memunculkan kekhawatiran atas tata kelola yang sehat. “Hal seperti ini dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan,” ujar Firman dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo./visi.news/ist.

Sebagai Wakil Menteri, pejabat yang ditunjuk memiliki kewenangan besar dalam perumusan kebijakan pertanian nasional—termasuk subsidi dan distribusi pupuk. Di saat yang sama, sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia, ia memiliki tanggung jawab dalam mengawasi operasional perusahaan yang menjadi objek langsung dari kebijakan tersebut.

“Sebagai Komut PT Pupuk Indonesia, ia memiliki kepentingan langsung dalam operasional perusahaan pupuk,” tegas Firman, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia.

Firman memperingatkan, kebijakan kementerian bisa saja menjadi tidak objektif bila dijalankan oleh pejabat yang juga berkepentingan di dalam perusahaan. “Apakah keputusannya akan objektif atau dipengaruhi oleh kepentingan pribadinya sebagai Komut PT Pupuk Indonesia? Ini yang jadi pertanyaan publik,” ujarnya.

Namun Firman tidak sepenuhnya menolak kemungkinan sisi positif dari penunjukan tersebut. Ia menyebut, posisi ganda bisa saja mempermudah koordinasi lintas sektor. Meski demikian, ia menekankan pentingnya pencegahan konflik kepentingan melalui transparansi, pengawasan ketat, dan penerapan kode etik di BUMN.

Lebih jauh, Firman mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap prinsip meritokrasi. Ia membandingkan kondisi saat ini dengan era pemerintahan SBY-JK, di mana penempatan komisaris BUMN dilakukan berdasarkan profesionalisme dan bukan atas dasar kedekatan politik.

“Saya heran, padahal di era SBY-JK sudah ada aturan bahwa penempatan komisaris BUMN tidak boleh dari unsur parpol dan harus orang-orang profesional. Sekarang justru banyak yang seperti ‘hadiah’ untuk tim sukses,” tukas politisi senior Partai Golkar itu.

Di akhir pernyataannya, Firman mendorong agar pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto segera membenahi tata kelola BUMN. Ia bahkan menyarankan dibukanya wacana revisi terhadap UU BUMN dan UU ASN untuk mencegah praktik penyalahgunaan kekuasaan.

“Pejabat publik harus ditempatkan semata-mata untuk kepentingan nasional, bukan demi agenda politik jangka pendek,” pungkas Firman.

sumber: golkarpedia