Menteri Airlangga Bawa Kabar Baik Visa Schengen, Tapi Mengapa Birokrasi Domestik Tetap ‘Mbulet’?

Sebuah Paradoks Baru, Urusan Internasional Dibuat Efisien, Namun Birokrasi Dalam Negeri Masih Menjadi PR Besar

Menteri137 Views

Jakarta, RakyatMenilai.com – Sebuah angin segar datang bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang gemar bepergian, baik untuk bisnis maupun wisata ke Eropa. Uni Eropa kini resmi menerapkan kebijakan Visa Schengen Cascade, yang secara signifikan mempermudah proses visa bagi WNI. Ini adalah capaian diplomatik yang patut diapresiasi, namun di saat yang sama, memicu pertanyaan satir di tengah masyarakat: mengapa urusan internasional bisa begitu cepat, sementara perizinan di dalam negeri kerap kali berliku dan memusingkan?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah hasil dari hubungan baik antara Indonesia dan Uni Eropa. Ini adalah sebuah langkah strategis yang menandai babak baru dalam kerja sama ekonomi.

“Masyarakat Indonesia tidak perlu lagi untuk memperpanjang visa berkali-kali dalam setahun,” kata Airlangga, menyoroti betapa kebijakan ini akan menghilangkan kerepotan dan menghemat waktu. Sebelumnya, visa Schengen hanya berlaku dalam periode 90-180 hari.

Dengan adanya Visa Schengen Cascade, WNI yang memiliki riwayat perjalanan baik ke Eropa bisa mendapatkan visa multi-entry dengan masa berlaku hingga lima tahun. Ini merupakan sebuah lompatan besar dari sistem lama yang dinilai kurang praktis.

Kebijakan ini tak hanya menguntungkan wisatawan, tetapi juga para pelaku bisnis. Para pebisnis kini memiliki kemudahan untuk menghadiri berbagai pameran dagang, forum bisnis, dan pertemuan investasi di seluruh Eropa dengan lebih efisien.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi, bahkan memberikan pujian tinggi atas kebijakan ini. Ia menyebut bahwa ini adalah bentuk prioritas Uni Eropa terhadap Indonesia.
“Indonesia memiliki salah satu akses terbaik ke Eropa di dunia,” ujar Chaibi, menggarisbawahi posisi strategis Indonesia di mata Uni Eropa.

Chaibi juga menegaskan bahwa kebijakan ini akan membuat hubungan bisnis menjadi “lebih praktis dan murah,” sebuah sentimen yang sangat disambut baik oleh para pengusaha.
Namun, di tengah euforia ini, sebuah pertanyaan kritis muncul. Mengapa urusan dengan pihak asing bisa disederhanakan dengan begitu cepat, sementara di dalam negeri, birokrasi masih menjadi tantangan yang tak kunjung usai?

Kita bisa melihat bagaimana sebuah kebijakan internasional bisa memotong banyak “tahapan perantara” yang biasanya menjadi penghambat. Di saat yang sama, banyak pengusaha dan warga masih berjuang dengan perizinan domestik yang panjang, berbelit, dan terkadang tidak pasti.

Perbandingan ini menjadi sindiran halus. Meskipun pemerintah, melalui menteri-menterinya seperti Bahlil Lahadalia dalam perannya dulu sebagai Menteri Investasi, terus mendorong perizinan yang lebih mudah, realita di lapangan masih sering jauh dari harapan.

Kerja keras untuk memangkas birokrasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri masih menjadi “PR besar” yang belum sepenuhnya tuntas.

Di satu sisi, kita bangga bahwa paspor Indonesia semakin dihargai di kancah global. Di sisi lain, kita juga berharap kemudahan serupa bisa diterapkan dalam setiap aspek kehidupan bernegara.

Kebijakan Visa Schengen Cascade ini adalah bukti bahwa jika ada kemauan politik yang kuat dan kerja sama yang baik, hambatan birokrasi bisa diatasi. Ini menjadi sebuah harapan, sekaligus sebuah kritik, bahwa semangat yang sama harusnya bisa diterapkan di dalam negeri.

Pada akhirnya, ini adalah kemenangan diplomasi yang patut dirayakan. Namun, kemenangan ini akan terasa lebih manis jika diikuti oleh kemenangan serupa dalam menyederhanakan birokrasi di rumah sendiri.

sumber:CNBC Indonesia