Menteri Bahlil Sindir Eropa: ‘Katanya Batu Bara Kotor, Tapi Masih Dibeli dari Kita? Gimana Coba?!’

Di Forum Human Capital Summit 2025, Menteri Bahlil ungkap ketimpangan transisi energi global dan tegaskan Indonesia akan tetap prioritaskan kepentingan nasional soal energi fosil.

Menteri32 Views

Jakarta, rakyat menilai— Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, kembali melontarkan pernyataan tajam yang mengguncang forum internasional. Dalam acara Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center, Selasa (3/6/2025), ia secara terbuka menyinggung sikap hipokrit negara-negara Eropa soal transisi energi.

Bahlil tak segan menuding Eropa menyuarakan larangan penggunaan energi fosil kepada negara-negara berkembang, sementara mereka sendiri masih memanfaatkan batu bara—dan ironisnya, justru mengimpornya dari Indonesia.

“Kamu bilang kami enggak boleh pakai batu bara? Oke. Tapi di saat bersamaan Eropa minta batu bara dari negara kita. Gimana coba?”
Bahlil Lahadalia, dikutip dari Kompas

Bahlil menilai ketimpangan itu sangat mencolok. Negara maju, kata dia, seolah mendorong negara berkembang seperti Indonesia untuk mengikuti transisi ke energi baru terbarukan (EBT), padahal biayanya jauh lebih mahal dibanding energi fosil.

“You larang kita enggak boleh pakai batu bara. Tapi you minta batu bara dari kita. Jadi kita dikasih energi yang mahal, energi murahnya untuk mereka. Baru dibilang yang murah itu katanya kotor,” cetus Bahlil.

Dengan nada tegas, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia tidak akan begitu saja tunduk pada tekanan negara luar jika itu mengorbankan kepentingan nasional.

“Saya bilang enggak ada. Mau kotor, mau bersih, kita harus mempertahankan kedaulatan energi nasional kita. National interest lebih tinggi,” ujar Bahlil.

Tak berhenti di situ, Bahlil juga menjelaskan bahwa isu polusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara sudah bisa diatasi lewat teknologi penangkapan karbon seperti CCS (Carbon Capture and Storage) dan CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage).

“Sekarang kan sudah ada teknologi. PLTU itu kan bisa ditangkap carbon capture-nya. Bisnis baru lagi itu. Jadi jangan dikira kita enggak paham, udah paham betul ini barang,” katanya mantap.

Sebagai catatan, dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, pemerintah masih akan menambah kapasitas pembangkit berbasis batu bara sebesar 6,3 gigawatt (GW).

Namun demikian, Indonesia tetap berkomitmen terhadap pengembangan energi bersih. Total tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan (EBT) bahkan mencapai 42,6 GW—dengan rincian antara lain tenaga surya (17,1 GW), air (11,7 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), bioenergi (0,9 GW), dan nuklir (0,5 GW).

sumber: golkarpedia.com