Jakarta, rakyatmenilai.com – Komisi III DPR RI menunjukkan komitmen seriusnya untuk mempertajam taring hukum dalam memberantas kejahatan terorganisir, khususnya korupsi. Salah satu fokus utama yang tengah digodok adalah penguatan peran justice collaborator (JC) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas intensif bersama pemerintah. Hal ini ditegaskan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto, yang menyoroti betapa vitalnya keberadaan justice collaborator dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Menurut Rikwanto, peran justice collaborator sungguh krusial dan tak dapat dihindari, terutama dalam membongkar kasus-kasus kejahatan serius seperti korupsi, narkotika, maupun tindak pidana pencucian uang yang kerap melibatkan jaringan kompleks.
Dari “Saksi Mahkota” hingga Pengembalian Aset: Peran Multidimensi JC
Rikwanto menjelaskan bahwa kehadiran justice collaborator adalah keniscayaan dalam setiap kasus pidana, di mana selalu ada individu yang menjadi “saksi mahkota” atau whistleblower. Ia memerinci tahapan dan penghargaan hukum bagi mereka:
“Justice collaborator itu tak bisa dihindari, dalam kasus pidana ada saja yang jadi saksi mahkota atau whistle blower macam-macam ya. Nah itu ada tahapannya, ada yang dari awal dia menyadari saya harus laporan, saya terlibat tapi saya laporan,” jelas Rikwanto.
“Ada yang di tengah perjalanan penyidikan dia menyadari saya salah, saya harus ungkap semuanya. Ada juga yang diajak oleh penyidik, ‘kamu kalau bisa jadi justice collaborator.’ Itu masing-masing ada penghargaan hukum terhadap mereka, cuma beda saja, di awal, di tengah, atau di akhir. Tetap dihukum, tapi hukumannya diperingan oleh hakim,” sambung politisi Partai Golkar ini, menegaskan bahwa meskipun tetap dihukum, ada keringanan sebagai apresiasi atas kontribusi mereka.
Ia menambahkan, peran justice collaborator tidak hanya sebatas memberi keterangan dalam proses penyidikan dan persidangan, tetapi juga memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam upaya pengembalian aset hasil kejahatan, sebuah aspek vital dalam penanganan korupsi.
Mengisi Kekosongan Hukum demi Kepastian dan Penerapan di Lapangan
Namun, dalam implementasinya di lapangan, Rikwanto menyoroti adanya kekosongan dasar hukum yang kuat terkait mekanisme dan perlindungan terhadap justice collaborator dalam KUHAP yang berlaku saat ini. Kondisi ini seringkali menjadi hambatan dalam pemanfaatan optimal peran JC.
Oleh karena itu, “Komisi III DPR sedang menggali masukan dari aparat penegak hukum, akademisi, dan praktisi untuk memastikan pengaturan justice collaborator dalam RUU KUHAP lebih komprehensif, memiliki kepastian hukum, dan mudah diterapkan di lapangan,” ujar Rikwanto. Langkah ini demi menciptakan payung hukum yang kuat dan aplikatif.
Sebagai bagian dari fungsi legislasi, Komisi III DPR RI, kata Rikwanto, berkomitmen menjaga transparansi dan partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU KUHAP. Draf rancangan undang-undang, termasuk pengaturan mengenai justice collaborator, akan dibuka secara publik melalui situs resmi DPR RI.
Dengan penguatan aspek hukum dan perlindungan terhadap JC ini, Rikwanto berharap masyarakat yang terlibat dalam suatu tindak pidana, namun memiliki itikad baik untuk membantu penegakan hukum, bisa merasa lebih terlindungi dan termotivasi untuk membuka tabir kejahatan secara lebih menyeluruh, demi terciptanya keadilan sejati.







