Jakarta – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, mengangkat suara lantang atas dugaan suap besar-besaran yang menyeret nama pemilik Sugar Group Companies (SGC) Gunawan Yusuf dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Dalam pernyataan tegasnya, Soedeson mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan penuh.
“Jadi kalau ada indikasi seperti itu, maka itu wajib KPK harus mengambil alih, supaya ini segera dibongkar. Ya kan ini untuk membuktikan, selama ini tuduhan masyarakat bahwa hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujarnya kepada wartawan, Senin (19/5/2025).
Soedeson menilai, kasus yang melibatkan dugaan suap hingga triliunan rupiah ini tidak bisa dianggap enteng. Ia menegaskan, sesuai dengan fungsi supervisi KPK, pengambilalihan perkara oleh lembaga antirasuah ini merupakan langkah yang sah dan mendesak.
“Jadi kalau KPK sudah ambil perkara ini berdasarkan laporan masyarakat, ya Kejagung wajib kooperatif serahkan itu. Agar pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan setepat-tepatnya, sebaik-baiknya, sesuai dengan arahan dari Presiden kita,” tambahnya, merujuk pada komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi hingga ke akar.
Menurutnya, KPK tidak boleh ragu memanggil siapa pun yang diduga terlibat, termasuk hakim agung.
“Semua orang sama di hadapan hukum, tidak terkecuali hakim agung. Siapapun dia yang diduga melakukan pelanggaran, wajib tunduk kepada hukum. Kalau dugaan suap sampai triliunan itu benar, harus disikat betul itu,” tandas Soedeson.
Desakan dari Masyarakat Sipil: Ada Kesan Perlindungan!
Desakan serupa juga datang dari Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Ronald Loblobly. Ia menilai Kejaksaan Agung cenderung melindungi pihak-pihak kuat dalam perkara ini, khususnya dari internal SGC dan para hakim agung.
“Harapannya agar KPK dapat mengambil alih penyidikan untuk klaster suap,” tegas Ronald kepada Inilah.com, Minggu (18/5/2025).
Ronald menyoroti kejanggalan dalam dakwaan Jaksa Agung terhadap Zarof Ricar. Meskipun ditemukan uang Rp915 miliar dan 51 kilogram emas—senilai hampir Rp1 triliun—Zarof hanya dijerat dengan pasal gratifikasi, bukan suap. Padahal, katanya, dugaan skenario besar dan aliran dana ke berbagai pihak sangat terang-benderang.
Ronald mengutip Pasal 10A UU KPK yang membuka ruang bagi KPK untuk mengambil alih kasus apabila terdapat indikasi bahwa penanganan di lembaga lain digunakan untuk melindungi pelaku korupsi.
Lebih jauh, Ronald mendesak agar KPK segera memanggil Gunawan Yusuf, Ny. Purwanti Lee, hingga para hakim agung, termasuk Ketua MA Sunarto, Hakim Agung Suharto, Soltoni Mohdally, dan Syamsul Ma’arif.
“Termasuk Jampidsus Febrie Adriansyah, jaksa M. Nurachman Adikusumo, dan pengacara Hotman Paris Hutapea. Semua harus diperiksa!” ujarnya.
Ronald juga menyebut adanya informasi bahwa barang bukti yang ditemukan di kediaman Zarof Ricar bukan hanya Rp915 miliar, melainkan mencapai Rp1,2 triliun.
Benarkah Ada Suap untuk Bebaskan Utang Rp7 Triliun?
Kasus ini bermula dari konflik hukum antara Sugar Group Company dan Marubeni Corporation, yang bermula dari akuisisi SGC oleh Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) pada 2001. Meski lelang dilakukan secara sah, persoalan muncul saat Gunawan enggan membayar utang SGC kepada Marubeni sebesar Rp7 triliun.
Dalih bahwa utang tersebut merupakan rekayasa dibantah MA melalui dua putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun alih-alih tunduk, Gunawan Yusuf justru menggugat kembali, diduga dengan mengandalkan “jalur belakang”.
Ronald menyebut ada dugaan “meeting of mind” antara Zarof Ricar—yang disebut sebagai perantara hakim agung—dan kubu SGC agar perusahaan bisa lolos dari kewajiban pembayaran utang.
Bahkan, bukti berupa surat dari Gunawan Yusuf sendiri pada 2003 memperlihatkan pengakuan utang dan permohonan haircut, serta usulan penerbitan promissory note senilai USD 19 juta. Fakta-fakta ini makin menguatkan bahwa utang Rp7 triliun bukanlah rekayasa seperti yang diklaim.
Soedeson Tandra: “KPK Jangan Diam, Rakyat Sedang Menunggu!”
Dengan sorotan publik yang semakin tajam, Soedeson menegaskan bahwa rakyat Indonesia menunggu aksi nyata.
“Ini momentum untuk membuktikan kepada rakyat bahwa hukum tak pandang bulu. Jangan biarkan masyarakat makin apatis, karena hukum terlihat hanya menyentuh rakyat kecil,” tegas politisi senior Partai Golkar itu.
Alih-alih mengajukan peninjauan kembali (PK) atas dua putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap, Gunawan Yusuf dan tim hukumnya tercatat melayangkan empat gugatan baru secara serempak. Gugatan-gugatan tersebut diajukan dengan dasar Pasal 10 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Langkah hukum ini menunjukkan adanya upaya baru dari pihak Sugar Group Company untuk membuka kembali sengketa dengan Marubeni Corporation melalui jalur litigasi.