Sorotan Tambang Nikel di Pulau Kecil Raja Ampat: Bahlil Lahadalia Tegaskan Izin Terbit Sebelum Masa Jabatannya

"Saya akan turun langsung ke Pulau GAG. Ini soal objektivitas, bukan hanya narasi publik," kata Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia

Menteri14 Views

JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, akhirnya angkat bicara terkait polemik tambang nikel di Pulau GAG, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Di tengah sorotan tajam publik dan aktivis lingkungan, Bahlil menyebut izin produksi PT GAG Nikel telah terbit sejak 2017, jauh sebelum dirinya duduk di kabinet.

“Saya belum pernah ke Pulau GAG. IUP produksinya itu 2017. Saya waktu itu masih Ketua Umum HIPMI,” ujar Bahlil dalam forum bincang media di kantor Kementerian ESDM, Kamis (5/6/2025).

Ia menjelaskan bahwa dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, hanya satu yang kini aktif beroperasi, yakni milik PT GAG Nikel, anak usaha dari BUMN PT Aneka Tambang Tbk (Antam).


🧾 Legalitas di Atas Kertas, Ketegangan di Atas Lahan

Meskipun perizinan resmi diklaim lengkap dan dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya mengumumkan temuan pelanggaran lingkungan oleh empat perusahaan tambang di Raja Ampat, termasuk PT GAG Nikel.

KLHK menyatakan tambang tersebut melanggar UU No. 1 Tahun 2014 karena dilakukan di pulau kecil, kawasan yang seharusnya dilindungi dari aktivitas ekstraktif.


⛔ Operasi Dihentikan Sementara

Sebagai langkah antisipatif, Direktorat Mineral dan Batubara Kementerian ESDM telah menghentikan sementara operasional PT GAG Nikel, sambil menunggu hasil verifikasi lapangan. Bahlil menegaskan bahwa tim inspeksi akan diturunkan, dan dirinya akan turut serta mengunjungi langsung lokasi tambang.

“Saya akan mengecek langsung. Supaya ada objektivitas. Ini bukan soal siapa yang izinkan, tapi apakah operasionalnya sesuai atau tidak,” ujarnya tegas.


🧩 Sejarah Lama, Masalah Baru

Menurut Bahlil, keberadaan PT GAG Nikel di Raja Ampat merupakan warisan lama. Awalnya merupakan kontrak karya milik investor asing sejak akhir 1990-an. Setelah ditinggalkan, pemerintah mengambil alih dan menyerahkannya kepada Antam.

“Jangan dilihat hanya siapa yang beroperasi sekarang. Ini rangkaian panjang, dan negara sudah ambil alih,” katanya.


🗣️ PT GAG: “Kami Patuh dan Terbuka”

Sementara itu, Plt Presiden Direktur PT GAG Nikel, Arya Arditya, menyatakan bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh perizinan dan beroperasi berdasarkan prinsip “good mining practices”.

Ia menegaskan bahwa lokasi tambang berada di luar kawasan konservasi dan tidak melanggar zonasi Geopark UNESCO, serta siap membuka semua dokumen untuk proses konfirmasi di ESDM.

“Kami siap menyampaikan semua dokumen pendukung yang diperlukan,” ujar Arya dalam pernyataan tertulisnya.


🌿 Ekosistem vs Ekonomi: Menjaga Keseimbangan dalam Tanggung Jawab Baru

Kasus ini kembali membuka perdebatan klasik yang belum usai: bisakah pertambangan berkelanjutan berjalan selaras dengan perlindungan ekosistem, khususnya di pulau-pulau kecil yang rentan? Meski koridor hukum dan perizinan administratif tersedia, tantangannya terletak pada pengawasan dan implementasi di lapangan.

Namun, sikap terbuka dan responsif dari Menteri Bahlil Lahadalia memberi harapan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas potensi kerusakan lingkungan.

Dengan inisiatifnya untuk turun langsung ke Pulau GAG dan menegaskan pentingnya verifikasi objektif, Bahlil menunjukkan pendekatan kepemimpinan yang tidak sekadar reaktif, tetapi juga berorientasi pada perbaikan sistemik dan keberlanjutan jangka panjang.

“Ini bukan soal mencari siapa yang salah, tapi memastikan bahwa setiap proses berjalan sesuai kaidah yang benar dan menjaga kepentingan masyarakat serta lingkungan,” tegas Bahlil.

Langkah penghentian sementara operasional PT GAG Nikel hingga proses klarifikasi selesai, menjadi sinyal kuat bahwa kementerian di bawah kepemimpinannya berani bertindak tegas demi menjaga keseimbangan antara investasi, tata kelola SDA, dan konservasi lingkungan.


Dalam konteks kebijakan energi dan sumber daya mineral nasional, keberanian untuk mengevaluasi ulang dan membuka ruang transparansi seperti yang ditunjukkan Bahlil, menjadi pondasi penting menuju tata kelola tambang yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Bukan hanya soal izin, tetapi juga tentang integritas dalam memastikan bumi pertiwi tetap lestari untuk generasi berikutnya.

 

sumber: CNN Indonesia