Jakarta, Rakyat Menilai — Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menyebut ‘berburu di kebun binatang’ saat berdebat dengan cawapres nomor urut 3 Mahfud Md membahas pajak. Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo, menilai istilah ‘berburu di kebun bintang’ hal lazim di dunia perpajakan.
“Kita mesti fair dan objektif juga. Istilah ‘berburu di kebun binatang’ ini sudah sangat lazim digunakan di dunia perpajakan,” kata Yustinus di akun media sosial X seperti dilihat pada Minggu (24/12/2023). Prastowo mengizinkan twitnya dikutip.
Istilah ‘berburu di kebun binatang’ dalam dunia perpajakan membuat Prastowo mengingat tax amnesty atau pengampunan pajak. Menurutnya, istilah itu mirip dengan ‘mancing di akuarium’.
“Waktu sosialisasi tax amnesty 2016 kami sering menggunakan ilustrasi ini untuk mengatakan sistem saat itu kurang fair karena mengejar yang itu-itu saja. Saya dulu bahkan pernah bilang ‘mancing di akuarium’,” ujarnya.
Tax amnesty, Prastowo menjelaskan, adalah upaya perluasan basis pajak atau ekstensifikasi. “Istilah Mas Gibran ‘memperluas kebun binatang’. Atau lebih tepatnya ‘mengejar yang masih ada di hutan’ (di luar sistem, kaya tapi tidak mau bayar pajak),” ucapnya.
Prastowo mengucapkan terima kepada Gibran dan Mahfud yang membahas perpajakan dalam debat cawapres. Prastowo berharap hal itu dapat diikuti oleh cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
“Terlepas dari debat yang belum masuk ke substansi, saya apresiasi isu pajak masuk ke arena debat,” imbuhnya.
Mahfud Md sebelumnya mencecar Gibran Rakabuming Raka soal pajak. Mahfud dan Gibran pun terlibat debat panas soal pajak. Hal itu terjadi saat giliran Mahfud bertanya ke Gibran.
“Dalam simulasi kami angka itu hampir tidak masuk akal karena pertumbuhan bisa 10. Padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5-6 gitu. Bagaimana anda mau menaikkan pajak? Orang insentif pajak saja orang nggak ngambil?” tanya Mahfud di panggung debat cawapres di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12).
Gibran kemudian menjawab. Dia mengatakan menaikkan pajak dengan menaikkan rasio pajak adalah hal berbeda. “Prof Mahfud, yang namanya menaikkan rasio pajak dan menaikkan pajak itu beda,” ucapnya.
Dia mengatakan salah satu langkah menaikkan rasio pajak adalah membentuk badan penerimaan pajak yang dikomandoi langsung oleh Presiden. Dia mengatakan hal itu untuk mempermudah koordinasi.
“DJP dan Bea Cukai dilebur jadi satu sehingga fokus dalam penerimaan negara saja tidak akan mengurusi lagi masalah pengeluaran,” ucapnya.
Gibran mengatakan digitalisasi juga merupakan hal penting. Dia mengatakan saat ini sudah ada sistem yang ada, namun perlu penyempurnaan agar mempermudah pelayanan pajak.
“Nanti ketika kita akan laporkan SPT tahunan kita tidak perlu lagi mengisi dan menghitung karena sistemnya sudah prepopulated sehingga tinggal klik, klik, klik,” ucapnya.
Dia juga bicara masalah investasi dan hilirisasi. Dia mengatakan Indonesia dapat menjadi raja energi dunia dengan bio etanol, bio solar hingga bio avtur.
“Bio etanol, bio avtur, bio diesel, kita kalau serius ya pak ya, kita benar-benar bisa menjadi raja energi dunia. Tapi, kita harus serius dan harus fokus dan harus ada keberlanjutan dan penyempurnaan,” ucapnya.
Mahfud kemudian membalas lagi. Dia mempertanyakan apa perbedaan antara penerimaan pajak dengan tax ratio yang disampaikan Gibran.
“Kalau persen, kaitannya dengan PDB, apa 23 persen dari APBN atau apa? Kalau 23 persen dari APBN itu salah. Karena sekarang aja sudah 82 persen dengan tax ratio 10,5 sumbangan terhadap APBN itu 20 persen, saya ingin 23 persen itu dari apa?” tanya Mahfud.
“Hati-hati loh, rakyat itu sensitif kalau pajak dinaikkan karena kita sudah berkali-kali menawarkan tax amnesty juga ndak jelas hasilnya, pajak insentif pajak ditawarkan pemerintah nggak ada yang mau karena diperas-peras juga jadi alat nego,” sambungnya.
Gibran lalu merespons. Dia kembali menjelaskan beda menaikkan pajak dan tax ratio.
“Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya, kita tanami, binatangnya kita gemukkan,” ucapnya.
“Artinya apa? Membuka dunia usaha baru. Sekarang NPWP, yang punya NPWP baru 30 persen. Artinya apa? Kita harus melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi,” sambungnya.
Artikel ini telah tayang di detik(dot)com, Klik untuk baca!