Menu

Mode Gelap
Meutya Hafid Dukung Percepatan Penyelesaian RUU Penyiaran Hadapi Tantangan Digitalisasi Radio Terkait Isu Penerbitan Perppu MD3, Lodewijk Paulus Enggan Berspekulasi Jelang Pendaftaran Calon Kepala Daerah, Partai Golkar Bantul Gelar Rapat Konsolidasi Airlangga Hartarto Berduka Atas ‘Tewasnya’ Ismail Haniyeh, Minta Jangan Ada Lagi ‘Pembunuhan Politik’ Ingin Punya Pusat Penelitian Baterai EV di Morowali, Menko Luhut Kirim Mahasiswa Ke Tiongkok

Perempuan · 16 Dec 2024 21:06 WIB ·

Hetifah Sjaifudian: Sistem Pemilu Proporsional Harus Dukung Perempuan, Bukan Sekedar Simbolik


 Hetifah Sjaifudian: Sistem Pemilu Proporsional Harus Dukung Perempuan, Bukan Sekedar Simbolik Perbesar

Jakarta, rakyat menilai —Seminar nasional bertema “Apakah Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Menjadi Solusi Bagi Politik Perempuan di Indonesia” digelar oleh B-Trust Advisory Board bersama Konrad Adenauer Stiftung. Acara ini menghadirkan pembicara dari peneliti senior BRIN, Siti Zuhro; Perludem, Titi Anggraini; dan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian serta dimoderatori Pemimpin Redaksi IDN Times, Zulfiani Lubis.

Dengan peserta sebanyak 150 orang yang terdiri dari aktivis, anggota legislatif perempuan, kader partai, NGO, dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), seminar ini bertujuan membahas kelebihan dan kekurangan sistem proporsional terbuka dan tertutup, serta strategi mendorong keterwakilan perempuan dalam politik.

Siti Zuhro menilai sistem proporsional terbuka memperburuk praktik nepotisme dan politik uang, serta melemahkan peran partai. Ia mendukung sistem tertutup sebagai solusi untuk meningkatkan representasi perempuan, asalkan ada regulasi tegas untuk mencegah distorsi seperti di era Orde Baru.

Sebaliknya, Titi Anggraini menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka sesuai dengan amanat UUD 1945. Menurutnya, perbaikan sistem, seperti pengawasan terhadap politik uang, lebih diperlukan daripada mengganti sistem pemilu.

Sementara itu, Hetifah Sjaifudian menyoroti kelebihan dan kelemahan kedua sistem. Sistem terbuka, katanya, membuka peluang bagi kandidat profesional di luar partai dan mendorong interaksi langsung dengan pemilih, tetapi melemahkan posisi partai dan meningkatkan biaya politik. Sebaliknya, sistem tertutup memperkuat kontrol partai, mengurangi biaya individual, tetapi tetap menyisakan bias pemilih dan partai dalam menentukan calon.

Ketua Umum DPP Pengajian Al-Hidayah ini menyoroti kendala perempuan dalam pemilu, terutama penempatan di nomor urut rendah, seperti nomor 3 hingga 6, yang secara statistik mengurangi peluang keterpilihan.

“Terlepas dari sistem yang digunakan, jika partai tidak memberikan dukungan strategis kepada perempuan melalui pendidikan, kaderisasi, dan kebijakan pencalonan, representasi perempuan akan tetap minim,” tegas Hetifah.

Seminar ini menjadi pengingat pentingnya penguatan institusi partai dan langkah konkret untuk mendukung perempuan agar lebih berdaya dalam politik.

Artikel ini telah dibaca 18 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Endang Maria Astuti: ‘Hari Ibu Bukan Hanya untuk Perempuan, Ini Momen Seluruh Bangsa Menghargai Peran Mereka!

26 December 2024 - 18:29 WIB

Nurul Arifin: ‘Budaya Patriarki Hambat Perempuan Berpolitik, Tapi Kami Tak Akan Diam!

25 December 2024 - 21:07 WIB

Hetifah Sjaifudian Bedah Buku Memahat Jejak, Merawat Asa: Teladan Keberanian Sri Suparni

21 December 2024 - 05:31 WIB

Ranny Fahd A Rafiq: Kepala Sekolah Jangan Menzalimi Guru, Saya Bela AB dan SA yang Dipecat Secara Sepihak!

11 December 2024 - 15:37 WIB

Srikandi Golkar: Meutya Hafid Pimpin Pemberitaan Politisi Perempuan Partai Golkar Terpopuler Versi Golkarpedia November 2024

10 December 2024 - 22:09 WIB

Rp10 Ribu per Porsi Cukup? Menteri Wihaji Yakin Penuhi Gizi Anak

8 December 2024 - 06:58 WIB

Trending di Menteri