Sukoharjo, rakyat menilai — Kisah tragis PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang dulu dijuluki ‘Raja Tekstil’ Asia Tenggara, kini memasuki babak baru: pengusutan dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung. Tak hanya soal utang triliunan, sorotan kini tertuju pada kemungkinan keterlibatan penyelenggara negara dalam pemberian kredit kepada Sritex yang berujung kehancuran.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah membuka penyelidikan awal. Ia menyebut, fokus utama Kejagung adalah pada fasilitas kredit jumbo dari perbankan kepada Sritex yang kini tengah dilacak akarnya.
“Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex,” ujar Harli, dikutip Minggu (4/5).
Namun Harli tak menampik bahwa sorotan penyelidikan tak berhenti di situ. Dugaan adanya peran pihak internal pemerintahan ikut disisir. “Itu juga yang diteliti. Makanya masih bersifat umum,” ungkapnya.
Langkah Kejagung ini mencuat di tengah fakta memilukan: Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024, setelah gagal membayar utang yang mencengangkan—mencapai Rp32,6 triliun.
Rincian utangnya pun mengejutkan:
- Kreditor Preferen: Rp691,42 miliar
- Kreditor Separatis: Rp7,2 triliun
- Kreditor Konkuren: Rp24,7 triliun
Kondisi ini makin diperparah dengan penutupan penuh operasional Sritex pada 1 Maret 2025. Akibatnya, lebih dari 10 ribu pekerja kehilangan pekerjaan dalam sekejap.
Tragedi korporasi ini kini resmi bergulir menjadi perkara hukum yang berpotensi menyeret nama-nama besar, termasuk dari kalangan penyelenggara negara. Dengan lebih dari 10 ribu pekerja yang terdampak PHK massal dan utang mencapai puluhan triliun rupiah, kasus ini menjadi salah satu skandal bisnis terbesar di tanah air dalam satu dekade terakhir. Proses penyidikan oleh Kejagung menjadi perhatian luas, terutama karena menyentuh persoalan tata kelola kredit dan kemungkinan penyimpangan yang melibatkan pejabat negara.
sumber: CNNIndonesia
