Jakarta, rakyat menilai– Nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, tengah menjadi sorotan. Gelar doktornya dari Universitas Indonesia (UI) menuai perdebatan. Berbagai tudingan muncul, mulai dari dugaan plagiat hingga revisi disertasi. Namun, di balik polemik ini, ada kisah perjuangan panjang seorang anak kampung dari timur Indonesia yang berhasil menembus puncak akademik dan pemerintahan.
Dari Penjual Kue hingga Ketua Umum Partai Golkar
Bahlil lahir di Banda, Maluku Utara, pada 7 Agustus 1976, dan tumbuh besar di tanah Papua. Anak dari seorang kuli bangunan dan tukang cuci ini tak terlahir dari keluarga pejabat atau elite, tapi semangat juangnya mengantarkannya ke posisi strategis dalam pemerintahan.
Masa kecilnya penuh perjuangan. Dari menjual kue, menjadi sopir angkot, hingga loper koran, semua dilakoninya demi bertahan hidup. Namun, keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Dengan tekad baja, ia merintis bisnisnya hingga sukses mendirikan PT Rifa Capital, perusahaan yang kini berkembang di berbagai sektor.
Namanya semakin diperhitungkan di dunia usaha saat terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) 2015-2018. Keberhasilannya memimpin HIPMI membuka jalannya ke panggung politik nasional. Kepercayaan terhadap Bahlil semakin besar, hingga Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM. Kini, di era Presiden Prabowo Subianto, ia kembali dipercaya mengemban tugas besar sebagai Menteri ESDM.
Perjuangan di Dunia Akademik: Gelar Doktor UI Jadi Sorotan
Tak puas dengan kesuksesan di dunia usaha dan politik, Bahlil terus mengasah dirinya di bidang akademik. Setelah meraih gelar sarjana di STIE Port Numbay Jayapura dan magister dari Universitas Cendrawasih, ia melanjutkan studi doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia.
Namun, saat prosesnya hampir rampung, gelar doktornya justru menuai perdebatan. Tudingan plagiat dan revisi disertasi menjadi bahan polemik. Sebagai alumni SKSG UI, M. Fauzan Irvan menegaskan bahwa revisi setelah sidang adalah hal biasa dalam dunia akademik.
“Revisi adalah hal wajar. Setiap mahasiswa, baik sarjana, magister, maupun doktor, pasti mengalaminya. Justru revisi bertujuan menyempurnakan penelitian agar lebih berkualitas,” jelasnya.
Menurut Fauzan, dugaan plagiat tentu harus melewati proses verifikasi ketat, bukan sekadar opini liar tanpa dasar akademik. Apalagi, jika sudah lolos hingga tahap sidang, artinya penelitian Bahlil telah melewati standar akademik yang ketat.
Hak Akademik yang Harus Dihormati
Terlepas dari kontroversi yang beredar, Bahlil telah menempuh proses akademik sesuai prosedur. Sebagai seorang yang lahir dari keterbatasan dan meniti karier dari nol, gelar doktor ini bukan hanya prestasi pribadi, tapi juga inspirasi bagi banyak anak muda Indonesia.
Polemik ini diharapkan segera berakhir dengan penghormatan terhadap proses akademik yang telah dilalui. Bahlil bukan hanya seorang pengusaha sukses dan politisi berpengaruh, tapi juga bukti bahwa anak kampung pun bisa meraih puncak prestasi di berbagai bidang.
Silahkan baca artikel panjangnya di golkarpedia.com







