Surakarta, Rakyat Menilai –– Disdikbud Jateng secara tegas telah melarang seluruh sekolah yang ada di bawah kewenangannya untuk menggelar study tour. Beberapa sekolah menengah atas (SMA) di Kota Surakarta pun menyambut baik larangan penyelenggaraan study tour. Terlebih berkaca dari peristiwa kecelakaan yang terjadi di Subang Jawa Barat.
Bagi sekolah di Kota Surakarta, tak menampik jika kegiatan itu rawan terjadinya penyimpangan dan lebih berpotensi mendapatkan keuntungan bagi pihak penyelenggara. Disdikbud Jateng mengeluarkan surat edaran larangan study tour. Surat edaran itu muncul tak lama setelah kecelakaan bus perpisahan SMK Lingga Kencana di Subang Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Humas SMA Negeri 4 Surakarta, Nanang Inwanto menjelaskan, pihaknya sejak dulu memang tidak mengadakan kegiatan study tour. Menurutnya, pemungutan biaya apapun merupakan bentuk pungutan liar (pungli), terutama setelah dihapuskannya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
“Ya menurut kami begitu (pungli).”
“Semenjak tidak ada SPI, sekolah benar-benar gratis, sudah tidak ada,” ungkapnya seperti dilansir dari TribunSolo.com, Kamis (16/5/2024).
Selain itu, study tour juga sempat dilarang karena ada aturan pembatasan saat pandemi Covid-19. Hal ini berlaku untuk semua sekolah negeri.
“Kalau negeri SMA-SMK semenjak Covid-19 tidak ada study tour,” terang dia. “Sementara yang kami ketahui, edaran di medsos belum dapat,” tambahnya. Selain itu, menarik biaya dari masyarakat memang rawan terjadi pungli yang dari dulu sudah dilarang.
“Ya kalau dari dulu Covid-19.”
“Kedua terkait dengan berbagai pungutan itu,” jelasnya. Tentu saja pihaknya hanya bisa mengatur larangan mengenai kegiatan yang mengatasnamakan sekolah.
Jika para siswa mengadakan tidak atas nama sekolah, itu di luar tanggungjawab pihaknya. “Kalau lima anak ke Prambanan misalnya, kami tidak tahu,” tutur dia.
“Tapi yang menggunakan nama sekolah atau yang berhubungan nggak ada,” tambahnya.
Dengan demikian, tanpa adanya surat edaran pun pungli berkedok study tour tetap dilarang karena mengandung unsur pungli.
“Di SMA Negeri 4 Surakarta sudah tidak ada, Nggak ngefek (ada atau tidak),” ungkapnya.
Larangan Disdik Jateng
Sementara itu, Disdikbud Jateng telah mengeluarkan nota dinas nomor 421.7/00371/SEK/III/2024 terkait larangan sekolah negeri, baik itu SMA maupun SMK, menggelar study tour.
Larangan sekolah menyelenggarakan study tour telah ada sejak 2020. Nota dinas yang dikeluarkan itu sebagai penegasan kembali terkait itu.
Kepala Disdikbud Jateng, Uswatun Hasanah mengatakan, larangan itu diberlakukan sejak ada program sekolah gratis di Jawa Tengah.
Pasalnya, sekolah dilarang menarik pungutan kepada peserta didik di sekolah. Tak terkecuali, pungutan untuk study tour.
“Bahwa ketika di Provinsi dengan kebijakan yang mengatur sekolah negeri.”
“Sekolah negeri dilarang menyelenggarakan wisata itu mulai saat sekolah zero pungutan.”
“Jadi kalo zero pungutan itu tidak ada pungutan.”
“Padahal piknik itu pungutan,” ujar Uswatun Hasanah.
Meski telah dilarang, masih ada sekolah swasta di Jawa Tengah yang mengadakan study tour. Menurutnya, hal itu karena sudah mengakar dan menjadi budaya lama di lingkungan sekolah.
“Yang kedua tidak ada nomenklatur kurikulum di sekolah yang mewajibkan sekolah menyelenggarakan piknik.”
“Nah itu budaya yang sudah mengakar sejak lama termasuk zaman saya dulu.”
“Karena untuk menciptakan momentum dan lainnya,” katanya.
Tak cukup sampai di situ, penyelenggaraan study tour itu juga dinilai rawan menjadi ladang bisnis yang disalahgunakan oleh penyelenggara.
“Yang ketiga, piknik yang diselenggarakan satuan pendidikan itu potensi adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran karena di situ profit,” bebernya.
Kemudian Uswatun Hasanah juga menyebut tidak ada dampak signifikan dari study tour yang cenderung berisi wisata untuk kegiatan pembelajaran.
Apalagi bila mengalami kejadian yang tak diinginkan seperti kecelakaan yang belakangan terjadi, akan sulit bagi pihak sekolah untuk bertanggungjawab.
“Ketimbang study tour yang berisiko besar, kami mendorong agar sekolah menyelenggarakan outting class atau pembelajaran di luar kelas.”
“Ketika sekolah mampu menganggarkan biaya operasional, baik BOS maupun BOP. Bisa juga dilakukan secara free, misal SMA Negeri 1 Semarang ke museum atau Kota Lama,” lanjutnya.
Sementara untuk SMK yang memiliki program praktik kerja industri (Prakerin), dia meminta agar pihak sekolah tidak menyalahgunakan program itu untuk sekaligus mengadakan study tour.
“Prakerin sudah masuk program SMK yang biasanya, kadang malpraktiknya digunakan untuk sekalian piknik.”
“Kebijakan dulu sampai sekarang belum dicabut.”
“Itu terkait wisata sampai saat ini untuk sekolah negeri itu tidak diizinkan.”
“Sudah sejak lama.”
“Ini penegasan apalagi ketika Covid-19, benar-benar dilarang,” tandasnya.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Alasan Disdikbud Jateng Larang Sekolah Gelar Study Tour: Cenderung Jadi Ladang Bisnis Penyelenggara