Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya membongkar skandal besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina beserta sub-holdingnya. Tujuh tersangka dari kalangan pejabat perusahaan pelat merah hingga pihak swasta resmi ditahan dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa para tersangka telah menjalani proses penahanan di dua lokasi berbeda, yakni Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Penyidik pada jajaran Jampidsus berketetapan melakukan penahanan terhadap tujuh orang tersebut,” ujar Harli dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (24/2/2025).
Borgol dan Rompi Pink! Satu per Satu Digiring ke Sel Tahanan
Pantauan Rakyat Menilai, proses penahanan berlangsung hingga larut malam di Gedung Kartika Kejagung. Satu per satu tersangka keluar dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna pink dan tangan diborgol. Tidak ada satu pun dari mereka yang berkomentar terkait penetapan tersangka ini.
Tersangka GRJ, seorang komisaris perusahaan swasta yang diduga berperan sebagai broker dalam kasus ini, menjadi yang pertama keluar pukul 00.38 WIB. Disusul DW, komisaris perusahaan lain, yang meninggalkan gedung pukul 01.01 WIB.
Dua petinggi PT Pertamina juga ikut terseret! RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, keluar pukul 01.50 WIB, menyusul YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
Tak berhenti di situ, Kejagung juga menahan SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, yang wajahnya terlihat jelas tanpa masker saat digiring petugas. AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, serta MKAR, seorang pemilik perusahaan swasta, menjadi dua tersangka terakhir yang resmi ditahan.
Permainan Licik! Harga Minyak Dimainkan, Rakyat Jadi Korban
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari praktik pemufakatan jahat antara para pejabat Pertamina dengan broker minyak.
“Sebelum tender dilaksanakan, harga sudah diatur oleh mereka. Sehingga ada keuntungan besar yang diperoleh secara melawan hukum dan merugikan negara,” tegas Qohar.
Bukan hanya sekadar permainan di atas kertas, praktik ini berdampak langsung pada masyarakat! Harga bahan bakar minyak (BBM) ikut melonjak, memaksa pemerintah memberikan subsidi lebih besar dari APBN untuk menekan dampaknya.
Akibat dari praktik korupsi ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 193,7 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Kini, ketujuh tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.