Jakarta, rakyat menilai –– Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lembaga yang dulu dipandang sebagai tameng terakhir dalam menjaga kesehatan masyarakat, kini mulai digoyahkan oleh berbagai skandal dan pelanggaran yang mencengangkan. Dari pengawasan yang tampak berlubang hingga kasus-kasus produk berbahaya yang lolos ke pasaran, masyarakat seolah dibiarkan bertanya tanya, apakah BPOM masih ada, ungkap Ranny Fahd A Rafiq pada Rabu (30/10).
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, “Sederet masalah yang mengguncang kepercayaan publik—mulai dari penarikan produk yang tertunda, kasus bocornya informasi internal, hingga dugaan kolusi dalam proses perizinan. Sementara setiap hari ratusan jenis produk baru memenuhi rak-rak toko, kekhawatiran akan keamanan produk semakin menghantui masyarakat.
BPOM, yang seharusnya menjadi tameng pertama dan utama, malah terlihat kehilangan tajinya, seolah-olah diterpa badai yang menguji integritas benteng terakhir keamanan pangan kini mulai terlihat rapuh, ucap istri dari Fahd A El Fouz A Rafiq ini.
Lebih mengerikan lagi, laporan investigasi mengungkap bahwa beberapa produk kecantikan yang tersebar luas mengandung bahan kimia yang dapat merusak kesehatan dalam jangka panjang. Meski kasus-kasus ini sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, tindakan dari pihak BPOM seolah berjalan lambat, seperti raksasa yang mulai lelah dan kehilangan kekuatan. Kondisi ini, jika tidak segera diperbaiki, dapat berdampak langsung pada keselamatan jutaan rakyat Indonesia, BPOM segera berbenah dari sekarang, tegas Ranny.
Ranny melanjutkan, temuan produk ilegal seolah tiada henti bermunculan. Hanya dalam satu tahun terakhir, ditemukan ribuan kasus pelanggaran yang melibatkan produk yang beredar tanpa izin BPOM atau bahkan yang berlabel palsu. Data resmi menunjukkan bahwa di tahun 2023, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah produk yang tidak memenuhi standar. Ini bukan sekadar angka, ini adalah bencana kesehatan yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja. ini persoalan nyawa Rakyat Indonesia.
Lebih parah lagi, beberapa produk yang lolos pengawasan BPOM bahkan terbukti mengandung bahan berbahaya. Bayangkan, di negeri yang kaya akan sumber daya dan budaya, rakyat justru terpapar oleh produk-produk yang seharusnya tidak boleh ada di pasaran. Mulai dari makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya, obat-obatan yang tidak sesuai standar, hingga kosmetik yang dapat merusak kesehatan kulit—semua ini beredar luas di pasaran, bahan bahan yang berbahaya mengancam masyarakat yang tak pernah menyangka bahwa “kesehatan mereka tengah diperjualbelikan tanpa perlindungan” .
Di sisi lain, para ahli kesehatan pun angkat bicara. Mereka menganalisis bagaimana sebuah lembaga pengawas yang selama ini dibanggakan bisa begitu lamban menanggapi permasalahan yang serius, ungkapnya. Bahkan, beberapa pihak menduga bahwa lemahnya pengawasan BPOM disebabkan oleh celah dalam sistem yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan besar tanpa peduli pada kesehatan masyarakat, saya tekankan disini tangkap segera mereka yang mempermainkan kesehatan masyarakat Indonesia, jika BPOM tidak segera gerak cepat maka rakyat Indonesia yang akan turun dan marah, jangan coba bermain main dengan kesehatan masyarakat Indonesia.
Lalu, bagaimana masyarakat bisa tetap percaya pada produk yang mereka konsumsi sehari-hari? Apakah kita semua harus hidup dalam kecemasan, memeriksa label demi label, dan meninjau keamanan produk yang kita gunakan? Ketidakpastian ini menimbulkan keresahan.
Masyarakat Indonesia kini menuntut transparansi dan perbaikan menyeluruh dalam sistem BPOM. Mereka ingin sebuah lembaga yang benar-benar tangguh, yang tidak hanya memberikan jaminan di atas kertas, namun mampu menjaga kesehatan rakyat dengan sepenuh hati dan tanpa kompromi. BPOM kini dihadapkan pada ujian besar, sebuah titik balik yang akan menentukan apakah mereka akan kembali menjadi benteng terpercaya atau hanya menjadi sebuah pemberi label haram dan halal saja.
Jika BPOM gagal memperbaiki diri, maka yang hancur bukan hanya lembaga ini, tetapi juga harapan dan rasa aman masyarakat akan produk yang mereka gunakan setiap hari. Di saat krisis ini, BPOM harus memilih: bertahan sebagai pelindung atau runtuh dalam bayang-bayang kegagalan.
Masyarakat berhak mendapatkan jaminan atas apa yang mereka konsumsi dan gunakan. Saat BPOM terus kebobolan, risiko kesehatan masyarakat pun semakin tinggi. Tidak ada yang lebih mendesak daripada memastikan bahwa pengawasan ini berjalan optimal. Sebab, dalam setiap kebobolan, ada kehidupan yang dipertaruhkan, ada masa depan yang harus dijaga, dan ada tanggung jawab yang tak bisa diabaikan.
Saya coba zoom out permasalahan yang menimpa BPOM karena sebagai benteng terakhir, biasanya ada oknum dan tidak sehat dalam persaingan usaha. Jadi BPOM lebih intens kerja sama dengan Badan yang mengurusi persaingan Usaha,kalau tidak BPOM babak belur, saling jegal menjegal izin itu sudah hal yang lumrah. Bagaimana BPOM bersikap objektif khususnya melakukan evaluasi atas Oknum oknum nakal yang mempermainkan nyawa masyarakat Indonesia, tutup Ranny.
ASW