Jakarta, rakyatmenilai.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan fundamental di balik perubahan regulasi pertambangan oleh pemerintah. Menurutnya, skema pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui lelang hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar berkantor di Jakarta, membuat daerah penghasil tambang hanya menjadi “penonton”.
“Contoh IUP-IUP semua sekarang dulu didapatkan lewat tender. Dan yang dapat itu lagi, itu lagi. Dan sebagian besar kantornya di Jakarta. Saya sebagai mantan pengusaha daerah merasa ini gak adil,” jelas Bahlil Lahadalia di acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Keputusan Prabowo: IUP Prioritas untuk Pemerataan
Untuk mengatasi ketidakadilan tersebut, pemerintah menginisiasi pemberian IUP secara prioritas kepada pihak-pihak yang sebelumnya sulit bersaing dalam lelang, yakni UMKM, Koperasi, BUMD, hingga organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan.
“Kita ubah undang-undang benar Pak. Kita kasih porsi untuk orang daerah. Untuk BUMD, Koperasi, UMKM. Kita jadikan orang daerah itu jadi tuan negerinya. Jangan jadi penonton ketika investasi masuk,” tegas Bahlil Lahadalia.
Dukungan pengelolaan pertambangan ini dikukuhkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Minerba. PP ini ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 September 2025, mengganti aturan lama yang hanya mengenal skema lelang untuk IUP mineral logam dan batu bara.
PP No. 39 Tahun 2025 mengubah ketentuan pemberian WIUP menjadi dapat dilakukan melalui Lelang dan Pemberian Prioritas.
Luas Lahan dan Persyaratan Khusus
Adapun pihak-pihak yang mendapat prioritas kini mencakup:
- Koperasi, Badan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), atau Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan.
- BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta yang bertujuan meningkatkan akses pendidikan tinggi.
- BUMN dan Badan Usaha Swasta untuk rangka hilirisasi.
Peraturan baru ini juga mengatur batasan luasan lahan tambang yang berbeda untuk tiap penerima prioritas:
Penerima Prioritas | Luas Maksimal WIUP Mineral Logam | Luas Maksimal WIUP Batu Bara |
|---|---|---|
Koperasi dan UKM | 2.500 hektare | 2.500 hektare |
Ormas Keagamaan | 25.000 hektare | 15.000 hektare |
BUMN, BUMD, dan Swasta Mitra PT | 25.000 hektare | 15.000 hektare |
PP 39/2025 juga menetapkan persyaratan ketat, khususnya bagi Koperasi dan UKM yang mengajukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), mencakup kelengkapan administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial.
Kebijakan ini merupakan langkah konkret pemerintahan Prabowo Subianto untuk mewujudkan asas keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, memastikan manfaat tambang dirasakan langsung oleh masyarakat dan pengusaha di daerah.
{…}







