Senayan, Rakyat Menilai — Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Firman Soebagyo, angkat suara dengan nada tegas dan penuh keyakinan: sudah waktunya bangsa ini memberikan penghargaan tertinggi kepada Presiden ke-2 RI, HM. Soeharto. Bagi Firman, gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghormatan, tetapi pengakuan sejarah atas jasa luar biasa Pak Harto membangun fondasi negeri ini.
“Mohon kepada Bapak Presiden, saya sebagai kader Partai Golkar mengusulkan sekali lagi, agar Pak Harto diberikan gelar pahlawan nasional. Pak Harto merupakan Presiden Ke-2 yang telah membawa kebangkitan bangsa kita dari ketertindasan di zaman penjajahan dan kemudian kita bisa bangkit karena ekonomi kita,” tegas Firman dalam sebuah video pernyataan, Rabu (23/4).
Ia menilai, jangan sampai penghargaan sebesar itu dinodai kepentingan politik sempit. “Menyikapi terhadap pemberian penghargaan pahlawan nasional, hendaknya jangan dijadikan alat politik. Penghargaan itu diberikan karena ada kepentingan politik sesaat. Pemerintah kami berharap harus secara fair menentukan siapa yang berhak untuk menerima gelar pahlawan,” tambah Firman.
Pak Harto: Bapak Pembangunan yang Kerap Dilupakan
Bagi Firman, sejarah tak bisa dipungkiri: tanpa Orde Baru, tanpa figur Soeharto, Indonesia takkan setegak ini berdiri. “Tanpa Pak Harto, tanpa Orde Baru yang 32 tahun berkuasa, tidak akan Indonesia seperti ini. Semangat perjuangan, disiplin yang beliau lakukan, bagaimana gerakan beliau untuk swasembada pangan, gerakan beliau untuk melawan intervensi asing, untuk mendirikan pabrik pupuk saja tidak boleh oleh World Bank, beliau menantangnya,” ungkap Firman yang juga anggota Komisi IV DPR RI.
Ia mengingatkan bagaimana di tahun 1967, Indonesia dibebani utang luar negeri sebesar 700 juta dolar AS. Namun Soeharto—dibantu para teknokrat termasuk Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah Presiden Prabowo Subianto—berhasil membalik keadaan. Tonggak kejayaan pun tiba pada 1984, saat Indonesia mencapai swasembada pangan.
Dulu Dollar Cuma Rp378, Gizi Anak Jadi Prioritas
Firman juga menyinggung stabilitas ekonomi di masa Pak Harto. Tahun 1971, nilai tukar rupiah terhadap dolar hanya Rp378. Harga barang terjangkau, dan pembangunan infrastruktur berjalan dengan arah yang jelas.
Bahkan, jauh sebelum Presiden Prabowo menggagas program makan bergizi gratis, Pak Harto sudah lebih dulu menaruh perhatian besar pada kebutuhan gizi anak-anak bangsa.
“Di Indonesia ini anak muda dipersiapkan untuk alih teknologi dan kemudian seperti konsep jalan tol,” lanjut Firman. Ia menilai, banyak konsep besar Pak Harto justru dilupakan pascareformasi. “Tetapi karena reformasi, apa yang menjadi konsep kontribusi pemikiran Pak Harto dianggap tidak baik. Semuanya itu dianggap sesuatu yang tidak bermanfaat. Kita sadar sekarang ini bahwa apa yang disampaikan beliau betul adanya.”
“Pak Harto Adalah Prasasti Sejarah”
Sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Firman menyebut pembangunan besar bangsa ini tak lepas dari visi panjang Soeharto. Semua dirancang dengan cetak biru yang matang dan terarah.
“Semua yang dibangun sudah ada perencanaan jangka panjang oleh beliau. Suara kami dari generasi muda, generasi penerus bahwa Pak Harto adalah bagian dari pembangunan Indonesia dan sudah layak untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional,” tutup Firman dengan nada penuh harap.
Sumber: golkarpedia