Padangsidimpuan, rakyat menilai — Ada yang unik dalam kasus pemotongan ADD di 42 desa di Kota Padangsidimpuan. Bagaimana tidak, pelaku pengutipan yakni Ismail Fahmi Siregar dan komplotannya dengan yang memotong ADD-nya sendiri yakni Kepala Desa tidak mendapatkan perlakuan yang sama dalam penegakan hukum.
Keanehan ini disampaikan Kuasa Hukum Akhiruddin Nasution, yakni Muhammad Soleh Pohan, SH, Sutan Raja Harahap, SH, Sahroni, SH dan Herman, SH dari Firma Hukum Muhammad Soleh Pohan.
“Kenapa statusnya tidak sama?. Kenapa para Kepala Desa ini tidak ditetapkan sebagai tersangka juga?. Masalah hukumnya kan sama dengan mantan Kadis PMD, Ismail Fahmi Siregar. Harusnya 42 Kepala Desa ini juga ditetapkan jadi tersangka juga. Kalau Kejari ingin mengungkap kasus ini secara utuh ya semuanya harus ditempatkan sesuai porsi hukumnya,” kata mereka.
Bahkan kata mereka dalam fakta persidangan klien mereka, Akhiruddin Nasution, bahwa sejumlah kades sudah mengakui adanya pemotongan tersebut.
“Intinya dari fakta persidangan, hakim saja geram melihat kepala desa. Kalian yang seharusnya jadi terdakwa yang disini ini hanya korban keculasan Kadis Pemdes,” ucap mereka menirukan perkataan Hakim yang geram melihat para Kepala Desa.
Karena kata mereka, kenapa sampai Hakim saja mengatakan hal seperti itu, karena yang dikumpulkan oleh Kepala Dinas adalah Kepala Desa dan yang melakukan pengancaman juga Kepala Dinas.
“Klien kita statusnya saja cuma tenaga honorer. Waktu Kepala Dinas kumpulkan Kepala Desa, klien kami tidak ikut. Itu semua terbukti dalam fakta persidangan juga,” ucap mereka kesal.
Posisi dan status klien mereka yakni Akhiruddin Nasution cuma perintah mengutip ke Kepala Desa atas perintah Kepala Dinas PMD.
“Saking geramnya hakim melihat Kepala Desa, Hakim sampai berdiri dan berkata, kalau ada saja yang melaporkan, kalian bisa jadi pesakitan,” jelas mereka.
Apalagi masalah hukumnya yang dikenakan ke para Kepala Desa sama seperti status Kepala Dinas.
Untuk itu mereka meminta Kejaksaan Negeri Kota Padangsidimpuan jika memang ingin menguak kasus pemotongan ADD secara utuh harus menempatkan masing-masing yang ada dalam pusaran pemotongan ADD Tahun 2023 ini tanpa ada yang ditutup-tutupi sesuai dengan porsi hukumnya masing-masing.
“Kami meminta semua yang terlibat dalam pusaran kasus pemotongan ADD 18% tahun 2023 ini ditempatkan sesuai porsi hukumnya. Siapa saja tanpa terkecuali. Aktor utama belum tertangkap sedangkan dalang di balik layar bebas berkeliaran menyaksikan dan menikmati penderitaan orang-orang suruhan ini,” katanya.
Berita sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Padangsidimpuan telah melaksanakan sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan terhadap Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 18% per-Desa se-Kota Padangsidimpuan TA 2023.
Dalam kasus ini, terdakwa atas nama Akhiruddin Nasution. Sidang dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Rabu (16/10).
Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar, dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Zulhelmi, melalui Kepala Seksi Intelijen, Jimmy Donovan, mengatakan, sidang yang dilaksanakan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
“Adapun saksi yang diperiksa berjumlah 6 orang, masing-masing merupakan Kepala Desa di Kota Padangsidimpuan,” kata Jimmy.
Para saksi tersebut memberikan keterangan di depan persidangan, yang pada pokoknya membenarkan adanya penyerahan pemotongan ADD sekitar 18% per-Desa.
“Dilakukan sebanyak 2 kali setelah ADD tersebut masuk ke rekening kas Desa, yang kemudian diserahkan kepada terdakwa Akhirudin Nasution. Selanjutnya terdakwa Akhirudin Nasution mengakui dan membenarkan keterangan para saksi di persidangan,” terang Jimmy.
Persidangan tersebut dilaksanakan berdasarkan Penetapan Majelis Hakim Tipikor Medan Nomor: 104/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn tanggal 26 September 2024 a.n terdakwa Akhiruddin Nasution.
Adapun kontruksi hukum dari perkara tersebut, menurut Jimmy, adalah Walikota Padangsidimpuan pada saat itu, Irsan Efendi Nasution, telah menerbitkan Peraturan Walikota (Perwal) No. 22 tahun 2023 tertanggal 4 Agustus 2023 yang pada pokoknya menambah besaran ADD untuk masing-masing Desa.
Di mana, sebut Jimmy, semula ADD berjumlah Rp696.373.283 ditambah menjadi Rp929.286.075. Di dalam Perwal itu juga, merubah mekanisme pencairan ADD yang berdasarkan Perwal tahun sebelumnya pengajuan pencairan ADD disampaikan kepada Walikota melalui Camat menjadi lewat Kepala Dinas (Kadis) PMD Kota Padangsidimpuan.
Kasi Intel memaparkan, adapun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No.201/PMK.07/2022 alokasi dasar/formula pembagian ADD untuk setiap desa seharusnya dibagi secara proporsional berdasarkan klaster jumlah penduduk, angka kemiskinan dan luas wilayah Desa, serta tingkat kesulitan geografis tiap Desa.
“Sehingga setiap Desa kemungkinan mendapatkan besaran ADD yang masing-masing Desa berbeda satu dengan yang lain. Bahwa dengan terbitnya Perwal Kota Padangsidimpuan No.22 tahun 2023 tertanggal 04 Agustus 2023 telah memberikan sarana dan kesempatan secara melawan hukum kepada tersangka, IFS (DPO), selaku Kadis PMD Kota Padangsidimpuan tahun 2023 bersama dengan terdakwa AN, melakukan pemotongan penyaluran ADD dari setiap Desa sebesar 18 persen per Desa. Di mana, perbuatan ini kuat dugaan merugikan keuangan negara Cq Kota Padangsidimpuan berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara sesuai dengan laporan hasil perhitungan Inspektorat Kota Padangsidimpuan sebesar Rp5.794.500.0000,” terang Kasi Intel.
Atas perbuatan terdakwa, sambung Jimmy, JPU Kejari Padangsidimpuan telah mendakwa AN dengan dakwaan kombinasi. Pertama, Pasal 12 huruf e UU RI No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Atau Kedua, primair Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Silahkan baca artikel sumber di HARIAN TABAGSEL