Kalau politik adalah panggung drama, maka Bahlil Lahadalia bukan sekadar pemeran utama yang lurus dan datar. Ia tampil sebagai sosok penuh kejutan: cerdas tapi santai, berani tapi tahu waktu, tajam tapi tetap bisa membuat orang tertawa. Kombinasi itu menjadikan Bahlil figur sentral di dua medan paling strategis sekaligus: sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Dua jabatan yang bagi kebanyakan orang cukup membuat kepala berasap, justru dijalani Bahlil dengan semangat yang tak pernah padam. Di sela-sela kesibukannya, ia masih sempat jogging, bercanda, dan menyusun arah masa depan bangsa tanpa kehilangan energi.
Bahlil bukan politisi hasil cetakan elite. Ia ditempa dari jalanan, dari perdebatan kecil di kampus, dari ruang-ruang aktivisme mahasiswa. Dari situ ia tahu rasanya memperjuangkan keadilan, bangkit sebagai pengusaha, lalu menapaki tangga kekuasaan tanpa lupa asal-usul. Kini, ketika ia berada di puncak pengambilan keputusan, napas aktivisme itu tetap ia bawa. Bedanya: bukan lagi hanya orasi, tapi eksekusi.
Sebagai Menteri ESDM, Bahlil tampil dengan narasi besar: kedaulatan energi. Dalam berbagai forum, ia tidak segan menegur investor asing: “Kalau mau ambil nikel kita, ya bangun pabrik di sini.” Ucapannya kerap viral karena disampaikan dengan selipan humor. Namun di balik tawa itu, mengalir semangat berdiri di atas kaki sendiri.
Kedekatan Bahlil dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto tak dibangun dari kepatuhan buta. Mereka sama-sama berani, sama-sama keras kepala untuk hal yang diyakini benar. Bedanya, Bahlil menyisipkan humor sebelum menohok isu. Ia tahu: pemimpin bukan tukang jilat, tapi tukang jawab. Dan sejauh ini, Bahlil terbukti mampu menjawab tantangan dengan kebijakan dan argumentasi.
Ketika Partai Golkar menetapkan Bahlil sebagai Ketua Umum, publik sempat bergumam: “Golkar sekarang bisa joget juga.” Tapi seiring waktu, lelucon itu berganti kekaguman. Bahlil bukan hanya memberi warna, tapi arah. Ia membuka pintu bagi anak muda, pengusaha, aktivis kampus, hingga kelompok yang selama ini tak tersentuh Golkar. Ia paham, partai yang tak berubah akan punah.
Di balik gaya santainya, Bahlil adalah pemikir yang sistematis. Ia tahu cara membangun kaderisasi, memahami peta politik, dan mampu bicara dengan rakyat kecil hingga elite global. Ia menjadi jembatan antara pemerintah dan rakyat, antara pusat dan daerah.
Satu hal yang membuatnya dicintai: Bahlil tidak menciptakan jarak. Ia bisa menjawab wartawan dengan tertawa, bisa menyisipkan kisah masa kecil saat menjelaskan energi nasional. Ia membangun kekuasaan yang bisa disentuh, bukan ditakuti.
Tak banyak yang tahu, di tengah padatnya jadwal kenegaraan dan kepartaian, Bahlil tetap rutin olahraga dan bertemu relawan. Ia menyadari bahwa kepemimpinan butuh energi, dan energi datang dari keseimbangan hidup. Bagi Bahlil, tubuh yang sehat melahirkan pikiran yang jernih.
Bahlil adalah energi manusiawi di tengah sistem kekuasaan yang kadang kaku dan elitis. Ia bisa tampil sebagai motivator, negosiator, hingga kawan ngobrol di warung kopi. Sosok seperti inilah yang langka, dan justru itu yang membuat publik merasa dekat.
Jika masa depan politik Indonesia butuh pemimpin yang tak cuma pandai, tapi juga menginspirasi dan membumi, maka nama Bahlil layak diperhitungkan. Golkar butuh semangat baru: bukan sekadar struktur kuat, tapi juga jiwa yang hidup.
Dan hari ini, mungkin Golkar sudah punya itu – dalam sosok Bahlil Lahadalia.
Oleh Ariasa Supit Ketua Harian Lembaga Komunikasi dan Informasi (LKI) Partai Golkar







