Jakarta, rakyat menilai — Majelis Nasional KAHMI (Korps Alumni HMI), menggelar seminar publik dengan tema ‘Keterpenuhan Sumberdaya Alam dan Pemanfaatan Sumber Daya Manusia Indonesia Untuk Membangun Kedaulatan Ekonomi Indonesia Maju’. Seminar MN KAHMI ini digelar di Auditorium Wisma Kementerian Pemuda & Olahraga, Senayan, Jakarta pada Jumat (18/10).
Dalam pemaparannya, salah satu pemateri yakni guru besar IPB, Prof. Didin Damanhuri menjelaskan jika targetnya membangun kemandirian dan kedaulatan, maka tidak ada teori ekonomi yang mengakomodir itu. Apalagi berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam.
Namun harapan masih dapat terbangun jika bukan jalan ekonomi secara teoritis yang dijalankan, tetapi kesadaran kita dalam berkonstitusi. Oleh karenanya, pemangku kebijakan ke depan utamanya yang mengurusi serta mengelola persoalan kekayaan alam Indonesia haruslah figur yang benar-benar cinta negara dan memahami konstitusi.
“Dalam disertasi Pak Bahlil Lahadalia, hilirisasi nikel selama ini tidak membantu penduduk lokal. Artinya tidak membangun kemandirian dan kedaulatan. Dari sini kita bisa pahami juga bahwa hampir tidak ada teori ekonomi yang bicara kedaulatan dan kemandirian. Karena itu kalau bicara kemandirian dan kedaulatan harus melihat beyond economics, yakni konstitusi,” papar Prof. Didin.
Lanjut Prof. Didin Damanhuri, di era pemerintahan Jokowi selama 10 tahun terakhir, begitu banyak upaya membangun kemandirian ekonomi yang kita tinggalkan. Padahal sebelum reformasi, perhatian terhadap kemaslahatan dan kesejahteraan ekonomi rakyat sudah terbangun secara berkesinambungan.
“Pasca era reformasi kita telah meninggalkan berbagai upaya untuk membangun kemandirian, seperti tidak adanya perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama. Pasal 33 ayat 3 dan 2 menyangkut hajat hidup orang banyak sudah ditinggalkan. Ini kegagalan pembangunan ekonomi pasca reformasi, terutama 10 tahun terakhir ini,” tegas Prof. Didin.
Ia pun menantang Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto agar membenahi persoalan ekonomi dari hulu ke hilir. Penempatan figur-figur di kementerian yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak perlu menjadi perhatian khusus.
“Kalau memang Presiden Prabowo ingin mengoreksi kondisi yang saya sampaikan tadi, harusnya menteri kabinet di pemerintahannya bukan sekadar ekonom, tapi beyond economics, orang yang pro terhadap konstitusi. Karena tadi saya bilang, tidak ada teori ekonomi yang bicara mengenai kedaulatan dan kemandirian. Kalau kita ingin berdaulat, harus gunakan jalan yang berbeda,” sambungnya lagi.
Terakhir, dalam upaya Indonesia mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen sesuai dengan apa yang ditargetkan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, perlu kiranya kerja ekstra meningkatkan jumlah entrepreneur. Sehingga pilar ekonomi akan kuat. Alih-alih meningkatkan jumlah entrepreneur, sekarang yang terjadi justru banyak pelaku ekonomi yang masuk ke politik dan menjadi investor politik.
“Selain itu, untuk mencapai kedaulatan dan kemandirian, kita perlu tingkatkan rasio entrepreneur. Saat ini, kita masih di angka 0,28, padahal jadi negara maju kita butuh angka 5 persen entrepreneur. Pelaku ekonomi sekarang tidak serius mengurusi kaum entrepreneur, tapi lebih fokus jadi investor politik,” pungkas Prof. Didin Damanhuri.
Silahkan baca artikel sumber di radaraktual.com dengan judul: Guru Besar IPB Ini Tantang Prabowo Berani Benahi Masalah Ekonomi Dari Hulu ke Hilir