Aturan teknis pemenuhan keterwakilan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum, mengundang protes dari sejumlah pihak ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Mulai dari sejumlah pegiat pemilu, mantan pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga politisi, menggeruduk Kantor Bawaslu RI, di Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (8/5).
Mereka yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, keberatan dengan aturan pelaksanaan pemenuhan 30 persen keterwakilan bacaleg perempuan dalam Peraturan KPU (PKPU) 10/2023.
Berdasarkan pantauan Kantor Berita Politik RMOL, hadir Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah; Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini; mantan Anggota KPU, Idha Budhiati; mantan Anggota Bawaslu RI, Wahidah Suaib; politisi perempuan Partai Gerindra, Rahayu Sarasvati; dan Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti.
Disampaikan perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Valentina Sagala, Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 bertentangan dengan normayang lebih tinggi, yaitu Pasal 245 UU 7/2017 tentang Pemilu.??
“Pengaturan KPU melanggar ketentuan tersebut, sebab penggunaan rumus pembulatan ke bawah berakibat pada keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen,” ujar Valentina.
Selain itu, aturan keterwakilan perempuan dalam PKPU 10/2023 juga bertentangan dengan norma Pasal 28H ayat (2) UUD NRI 1945.
Norma konstitusi itu menyebutkan, “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dalam keadilan”.
“Pasal 28 H ayat (2) UUD NRI 1945 memberikan jaminan bagi tindakan khusus dalam rangka mewujudkan keterwakilan perempuan yang adil dan setara,” sambungnya menegaskan.
Oleh karena itu, Valentina menyatakan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak KPU untuk merevisi aturan pelaksanaan pemenuhan keterwakilan bacaleg perempuan di PKPU 10/2023.
Katanya, menggeruduk Bawaslu bagian dari caranya menuntut KPU agar mengubah ketentuan dimaksud.
“Jika dalam waktu 2×24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi kepada KPU, maka kami akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk menuntut pemulihan hak politik perempuan pada Pemilu 2024,” katanya.
“(Upaya hukum yang dimaksud) antara lain melaporkan ke DKPP dan juga melakukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA),” demikian Valentina menambahkan.
Dalam kesempatan tersebut, puluhan anggota Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan membentangkan sejumlah poster, misalnya yang bertuliskan “KPU Jangan Khianati Perjuangan Perempuan”.
Selain itu, ada poster bertuliskan “KPU Harus Belajar Matematika 12/4 bukan sama dengan 30 persen”, hingga poster bertuliskan Revisi PKPU 10/2023 Pasal 8 ayat (2) huruf b”.
Terkait aturan keterwakilan perempuan tersebut, jika disimulasikan di suatu dapil yang kursinya hanya 4, maka angka yang didapat setelah dikalikan 30 persen, hanya 1,2.
Sehingga jika hasil perkaliannya 1,2, maka minimal perempuan yang didaftarkan adalah satu, atau hanya sebesar 25 persen.
Silahkan baca artikel sumber di {radaraktual}