Jakarta, Rakyat Menilai — Kebijakan International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional dinilai turut menjerumuskan Indonesia saat krisis ekonomi 1996 silam.
Hal ini disampaikan Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahkan, Menteri Bahlil sampai menyebutkan kalau IMF seperti lintah darah. Beruntung, utang Indonesia kepada Dana Moneter Internasional (IMF) telah lunas.
Menurut Bahlil, utang itu telah lunas sejak pemerintahan sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Utang kita (Indonesia) sudah selesai ya sama IMF. Kita harus terima kasih sama pemerintahan sebelumnya. Sebelum pak Jokowi. yaitu di jamannya pak SBY,” kata Bahlil di Kantor BKPM, dikutip Sabtu (1/7/2023).
“Utang kita (Indonesia) sudah selesai ya sama IMF. Kita harus terima kasih sama pemerintahan sebelumnya. Sebelum pak Jokowi. yaitu di jamannya pak SBY,”.
Bahlil Lahadalia
Bahlil menyampaikan, utang pemerintah Indonesia kepada IMF ibarat berhutang pada lintah darat. Terlebih, dia menilai sejumlah kebijakan ekonomi IMF justru tak masuk dalam kondisi di Indonesia.
“Itu berhasil selesaikan utang kita ke IMF. karena menurut kajian mereka juga, ini kayak lintah darat. Jadi banyak paket kebijakan ekonomi dari IMF yang enggak cocok dengan kondisi negara kita,” jelasnya.
Di sisi lain, Bahlil menjelaskan, Indonesia memiliki sejarah panjang menyoal IMF sejak tahun 1998 silam. Ketika krisis ekonomi menerpa, IMF merekomendasikan sejumlah kebijakan. Faktanya, rekomendasi IMF itu justru menyengsarakan Indonesia.
Hal itu tergambar dari beberapa industri yang harus gulung tikar bahkan negara mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. “Dia (IMF) rekomendasikan, industri kita ditutup. Contoh dirgantara. Bansos-bansos ditutup.”
“Itu berhasil selesaikan utang kita ke IMF. karena menurut kajian mereka juga, ini kayak lintah darat. Jadi banyak paket kebijakan ekonomi dari IMF yang enggak cocok dengan kondisi negara kita,” jelasnya.
Menteri Investasi & Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
“Daya beli masyarakat lemah. Di situlah cikal bakal terjadi deindustrialisasi. Bunga kredit dinaikkan hampir semua pengusaha koleps. Kredit-kredit macet asetnya diambil,” tutur dia.
“Apa yang terjadi? negara kita lambat menuju pertumbuhan ekonomi. Di tahun sama Malaysia tolak rekomendasi IMF,” sambungnya.
Terakhir, Bahlil menegaskan, Indonesia telah mengalami banyak pengorbanan yang terjadi untuk menjadi negara yang merdeka. Jadi kata Bahlil, tanah air ini tidak bisa diatur oleh siapapun.
“Negara ini udah merdeka. Kita ini merebut merdeka. banyak yang mati, diperkosa, kerja rodi. jangan kemudian negara kita ada lagi yang mau atur-atur,” ungkapnya.
Larangan Ekspor Nikel
Pernyataan Menteri Bahlil mengenai IMF ini sebenarnya berawal dari rekomendasi IMF agar Indonesia membuka kembali ekspor bahan mentah tambang seperti Nikel.
Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat penolakan dari Uni Eropa, dan Indonesia digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Pada Oktober 2022 lalu, Uni Eropa berhasil memenangkan gugatan terhadap Indonesia. Namun pada akhir tahun 2022 lalu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
BACA JUGA
Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan, pihaknya menghargai perspektif IMF terkait kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan mentah tambang.
Ia mengungkapkan, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun akan menyambangi Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva untuk menjelaskan tujuan Indonesia tak lagi ekspor bijih nikel.
Menurut dia, hal ini menjadi kesempatan bagi RI untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera.
“Menko Luhut nantinya akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail,” ujarnya dilansir dari Kompas.com.
BACA JUGA
IMF Minta Indonesia Hapus Larangan Ekspor Nikel, Menko Luhut Akan Turun Tangan
Jodi menuturkan, Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan sedang berkembang, pada dasarnya ingin memperkuat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk sumber daya dalam. Dengan demikian, RI tak ingin hanya menjadi negara pengekspor bahan mentah.
Ia menegaskan, konsep hilirisasi tidak hanya mencakup proses peningkatan nilai tambah, tetapi juga tahapan hingga daur ulang, yang merupakan bagian integral dari upaya RI untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menekankan pentingnya keberlanjutan.
“Kami tidak memiliki niat untuk mendominasi semua proses hilirisasi secara sepihak,” kata dia.
“Tahapan awal akan kami lakukan di Indonesia, namun tahapan selanjutnya masih dapat dilakukan di negara lain, saling mendukung industri mereka, dalam semangat kerja sama global yang saling menguntungkan,” lanjut Jodi.
Langkah hilirisasi ini selaras dengan amanat Konstitusi Indonesia yakni pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk keberlanjutan dan kemakmuran rakyat.
BACA JUGA
Sebelumnya, melalui dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, lembaga itu meminta pemerintah RI untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Dalam dokumen itu disebutkan, Direktur Eksekutif IMF menyadari, Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah seperti nikel. Langkah ini dinilai selaras dengan ambisi Tanah Air untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor.
“Menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi,” tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (27/6/2023).
Akan tetapi, Direktur Eksekutif IMF memberikan catatan, kebijakan itu harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kemudian, kebijakan tersebut juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain.
“Terkait dengan hal tersebut, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain,” tulis dokumen IMF.
Artikel ini sudah tayang di tribunjabar.id pada hari Sabtu, 1 Juli 2023 09:42 >>Judul Artikel: Rekomendasi IMF Ternyata Sesatkan Indonesia, Menteri Bahlil Bahkan Sebut IMF Seperti Lintah Darat