Menu

Mode Gelap
Meutya Hafid Dukung Percepatan Penyelesaian RUU Penyiaran Hadapi Tantangan Digitalisasi Radio Terkait Isu Penerbitan Perppu MD3, Lodewijk Paulus Enggan Berspekulasi Jelang Pendaftaran Calon Kepala Daerah, Partai Golkar Bantul Gelar Rapat Konsolidasi Airlangga Hartarto Berduka Atas ‘Tewasnya’ Ismail Haniyeh, Minta Jangan Ada Lagi ‘Pembunuhan Politik’ Ingin Punya Pusat Penelitian Baterai EV di Morowali, Menko Luhut Kirim Mahasiswa Ke Tiongkok

Pemilu · 1 Jan 2024 20:02 WIB ·

Yusril: Putusan MK No 90/2023 Soal Batas Usia Capres-Cawapres Tak Melanggar Norma Etik Hukum


 Yusril: Putusan MK No 90/2023 Soal Batas Usia Capres-Cawapres Tak Melanggar Norma Etik Hukum Perbesar

Jakarta, Rakyat Menilai — Isu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden melanggar kode etik hukum, diluruskan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.

Menurutnya, putusan MK 90/PUU-XXI/2023 yang dikaitkan dengan pencalonan Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto, dipastikan tidak melanggar norma etik hukum.

Dia berpendapat, ada perbedaan mendasar antara pelanggaran norma etik dengan pelanggaran norma tentang perilaku atau code of conduct, dalam hal ini putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK), yang menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik, dan akhirnya dicopot dari jabatan ketua MK.

“Keputusan MKMK dalam kasus Anwar Usman berbeda dengan norma etik dalam teori dan filsafat hukum. Peraturan (MKMK) itu dibuat dari derivasi undang-undang, sebagaimana peraturan kode etik hakim MK. Maka kedudukannya di bawah undang-undang, bila dilihat dari hierarki hukum,” kata Yusril, lewat keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (29/12).

Dia juga menegaskan, yang dilanggar Anwar Usman adalah code of conduct atau norma tentang perilaku, bukan norma mendasar di dalam filsafat hukum. Sehingga pengambil keputusan di dewan etik MK harusnya sadar apa yang mereka lakukan terbatas pada prinsip itu, bukan pada norma etik yang ada di teori hukum.

Yusril juga menegaskan, pelanggaran yang menjerat Anwar Usman sama sekali tidak memiliki unsur pidana. Dengan demikian, argumen seputar Putusan MK Nomor 90 yang tidak lagi relevan, terbantahkan dengan sendirinya.

“Secara teori hukum kita tahu, kalau terjadi pelanggaran hukum, pasti ada pelanggaran etik. Tapi kalau terjadi pelanggaran etik dalam makna code of conduct, belum tentu ada pelanggaran hukum,” katanya.

“Jadi, kasusnya Pak Anwar Usman dengan Pak Firli di KPK itu sangat berbeda. Karena di kasus Pak Anwar tidak ada tindakan hukum apapun, maka dewan etik harus bekerja dan memberikan sanksi etik,” sambungnya.

Karena itu, Ketua Umum PBB itu berharap publik memahami pelanggaran yang diputuskan MKMK terhadap Anwar Usman, jangan dianggap sebagai pelanggaran etik fundamental dalam filsafat hukum, tapi konteks code of conduct dalam menjalankan jabatan tertentu di satu organisasi.

“Dari segi hukum, Putusan MK jelas final dan mengikat, sehingga tidak akan gugur karena terjadi pelanggaran etik,” tutup mantan menteri sekretaris negara itu.

Artikel ini telah tayang di radaraktual(dot)com, Klik untuk baca!

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Partai Golkar Kuasai Pilkada Sulteng! 9 Wilayah Dimenangkan, Gerindra Hanya 4

27 December 2024 - 07:40 WIB

Kalah di Pilkada Banten, Achmad Taufan: ‘Ini Pelajaran Berharga, Saatnya Strategi Bangkit untuk 2029!

24 December 2024 - 11:16 WIB

Sarmuji Ungkap Harapan: Gugatan Ridwan Kamil ke MK Berpeluang Dikabulkan

10 December 2024 - 21:13 WIB

Fairid Naparin Raih 63,68% Suara di Pilkada Kota Palangka Raya Yang Dimenangkan Sang Petahana

6 December 2024 - 10:43 WIB

Jadi Kepala Daerah Termiskin, Ketua DPD II Partai Golkar Purworejo Yuli Hastuti Malah Menang Pilkada

3 December 2024 - 14:42 WIB

Hetifah Sjaifudian: Program GRATISPOL! Jadi Daya Tarik Untuk Kemenangan Rudy Mas’ud-Seno Aji di Pilgub Kaltim

1 December 2024 - 07:23 WIB

Trending di Pemilu