Jakarta, Rakyat Menilai — Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengusulkan tiga hal kepada Presiden Jokowi dalam rapat internal terkait relaksasi perpajakan industri kesehatan di Istana Presiden pada Rabu (3/7). Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi.
“Dalam rapat tersebut, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (3/7).
Pertama, mengusulkan agar impor bahan baku obat tidak terkena aturan persetujuan teknis (Pertek). Hal ini dilakukan untuk mempermudah industri farmasi dalam negeri memperoleh bahan baku. “Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor,” ungkap Febri.
Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia, serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.
Ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya.“Karena saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut,” ujar Febri.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap pajak alkes dapat lebih efisien dan sederhana, tanpa mengganggu pendapatan pemerintah.
“Karena, kan, cash flow-nya, kan, penting juga bagi pemerintah untuk dijaga. Kenapa perpajakan ini penting? Karena ada isu jeda waktu dan bunga di Indonesia, kan, masih relatif lebih tinggi, ya,” kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7).
“Jadi kalau misalnya masalah cash flow-nya itu tertunda 3 bulan, 6 bulan itu, kan, cost-nya bisa 5 persen bahkan sampai 8 persen. Dalam setahunan bunga kita, kan, beban bunganya masih sekitar 8-10 persen. Itu juga yang tadi dibicarakan,” lanjutnya.
Masalah itu, kata Budi, juga merupakan dampak dari tidak efisien dan tidak konsistennya penerapan pajak untuk alkes. Ia mengungkapkan, ada bea masuk 0 persen untuk alkes seperti USG yang diimpor.
“Kalau kita ada pabrik dalam negeri beli komponen layar USG, elektronik buat USG bahan bakunya malah dikenain pajak, dikenain bea masuk 15 persen. Nah ini, kan, ada inkonsistensi di satu sisi kita ingin dorong industri ini supaya produksi dalam negeri, tapi di sisi lain supporting insentifnya atau insentifnya enggak inline,” tutur Budi. {golkarpedia}