Menu

Mode Gelap
Meutya Hafid Dukung Percepatan Penyelesaian RUU Penyiaran Hadapi Tantangan Digitalisasi Radio Terkait Isu Penerbitan Perppu MD3, Lodewijk Paulus Enggan Berspekulasi Jelang Pendaftaran Calon Kepala Daerah, Partai Golkar Bantul Gelar Rapat Konsolidasi Airlangga Hartarto Berduka Atas ‘Tewasnya’ Ismail Haniyeh, Minta Jangan Ada Lagi ‘Pembunuhan Politik’ Ingin Punya Pusat Penelitian Baterai EV di Morowali, Menko Luhut Kirim Mahasiswa Ke Tiongkok

Pemilu · 16 May 2023 08:31 WIB ·

Soal Usulan Caleg Minimal Sudah 3 Tahun Gabung Parpol, Ini Tanggapan Wakil Ketua MK


 Soal Usulan Caleg Minimal Sudah 3 Tahun Gabung Parpol, Ini Tanggapan Wakil Ketua MK Perbesar

Jakarta, Rakyat Menilai — Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyoroti banyaknya kader parpol yang berdarah-darah dalam mengabdi untuk parpolnya. Tapi belakangan malah kalah dengan caleg yang bermodal populer semata.

Saldi menggali masalah tersebut menanggapi keterangan ahli Titi Anggraini soal usulan caleg minimal sudah 3 tahun gabung dengan parpol yang mengusulkan. Sebab hal itu untuk menghindari petualang politik.

“Pertanyaan ke Titi Anggraini terkait fenomena loncat. Hampir semua parpol yang ada di sidang di sini melakukan hal yang sama (mengajukan caleg populer). Kader yang berdarah-darah di partai, ditinggalkan begitu saja. Kalau masuk, nomor tidak terpilih,” kata Saldi Isra dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang disiarkan lewat chanel YouTube MK, Senin (15/5/2023).

“Pertanyaan ke Titi Anggraini terkait fenomena loncat. Hampir semua parpol yang ada di sidang di sini melakukan hal yang sama (mengajukan caleg populer). Kader yang berdarah-darah di partai, ditinggalkan begitu saja. Kalau masuk, nomor tidak terpilih,”.

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra

Dalam pemaparannya, Titi Anggraini mengajukan opsi pilihan gabung 3 tahun bagi caleg untuk menghindari caleg kutu loncat. Saldi Isra meminta masukan bagaimana dengan mantan pejabat negara yang pensiun dan bergabung dengan parpol dalam waktu dekat. Apakah hal itu bisa atau tidak.

“Minimal 3 tahun sebelum pendaftaran caleg. Mengapa harus 3 tahun? Apakah 3 tahun untuk semua lavel? DPR/DPRD? Atau bisa dibedakan?” tanya Saldi yang juga guru besar hukum Universitas Andalas itu.

Pada prinsipnya, Saldi Isra sepakat bila caleg adalah kader yang paham ideologi parpol yang menjadi rumahnya.

“Orang dicalonkan setelah paham ideologi parpol. Kalau tidak ada waktu, kan tidak paham,” ucap Saldi.

Titi menilai 3 tahun dan 5 tahun sama saja. Prinsipnya perlu waktu pendidikan politik kader terhadap parpol yang diikutinya.

“3 Tahun sama dengan 5 tahun. Masa pencalonan dilakukan paling lambat 9 bulan sebelum hari pemungutan suara. 3 Tahun dimungkinkan dalam kaderisasi dan penanaman ideologi parpol,” jawab Titi.

“3 Tahun sama dengan 5 tahun. Masa pencalonan dilakukan paling lambat 9 bulan sebelum hari pemungutan suara. 3 Tahun dimungkinkan dalam kaderisasi dan penanaman ideologi parpol,” jawab Titi.

“3 Tahun sama dengan 5 tahun. Masa pencalonan dilakukan paling lambat 9 bulan sebelum hari pemungutan suara. 3 Tahun dimungkinkan dalam kaderisasi dan penanaman ideologi parpol,”.

Titi Anggraini

Adapun hakim konstitusi Arief Hidayat menanyakan sistem pemilu yang sangat bebas sehingga muncul oligarki menguasai demokrasi. Arif Hidayat meminta para ahli mengurai dan mengelaborasi fenomena itu.

“Ada kecenderungan pemegang bisnis yang luar biasa, pemegang media yang luar biasa, yang sangat tidak diuntungkan adalah demokrasi, yang tidak diuntungkan adalah negara hukum,” ucap Arief Hidayat.

Dalam sidang itu, ahli dari Universitas Andalas, Padang, Khairul Fahmi, menyatakan jika hendak melakukan perubahan sistem pemilu, maka mesti disiapkan secara matang dan dilakukan berbasis kajian yang mendalam. Berbasis kajian itulah nantinya pertimbangan mempertahankan atau mengubah sistem pemilu yang ada baru dilakukan. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dilakukan melalui proses pengujian UU di MK.

“Sebab, pilihan sistem proporsional terbuka tersebut pada awalnya merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang, di mana MK lebih pada posisi menggeser variannya ke pendulum (varian) yang dinilai lebih sesuai dengan prinsip suara terbanyak sebagai salah satu prinsip demokrasi. Artinya, MK bukan pada posisi mengganti satu sistem dengan sistem lainnya,” kata Khairul Fahmi

Sebagaimana diketahui, judicial review sistem pemilu proporsional terbuka digugat oleh:

  1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
  2. Yuwono Pintadi
  3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
  4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
  5. Riyanto (warga Pekalongan)
  6. Nono Marijono (warga Depok)

Pemohon beralasan, parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu, parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.

“Menyatakan frase ‘proporsional’ Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘sistem proporsional tertutup’,” urai pemohon.

Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol.

“Dengan demikian, ada jaminan kepada pemilih calon yang dipilih parpol memiliki kualitas dan kemampuan sebagai wakil rakyat,” beber pemohon.

Silahkan baca artikel sumber klik disini!

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ridwan Kamil Janjikan Anggaran ‘Survive’ 3 Bulan Untuk Gen Z Korban PHK dan Kopi Gratis

9 October 2024 - 12:31 WIB

Sowan Ke Rumah Ketua DMI Jakarta, Ridwan Kamil Janji Perjuangkan Gaji untuk Petugas Pemulasaraan Jenazah

6 October 2024 - 21:49 WIB

Janji Ridwan Kamil Gulirkan ‘Dokter Keliling’ Untuk Layani Warga Jakarta

28 September 2024 - 07:47 WIB

Silaturahmi Dengan Pimpinan Muhammadiyah Klaten, Yoga-Sova Berikan Cinderamata Gambar Ahmad Dahlan dan Siti Walidah

27 September 2024 - 20:40 WIB

Airin Rachmi Diany Ingin Pangkas Kesenjangan Pendidikan di Banten Melalui Beasiswa untuk Murid dan Guru

18 September 2024 - 08:03 WIB

Survei LKPI Elektabilitas Andika-Hendi 64,8%, Jauh Tinggalkan Pasangan Yang Didukung ‘Koalisi Gemuk’ di Pilgub Jateng

9 September 2024 - 21:08 WIB

Trending di Pemilu