Jakarta, rakyat menilai – Polemik proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) kembali memanas. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyebut proyek ini melanggar tata ruang, berbanding terbalik dengan klaim sebelumnya yang menyatakan pembangunan ini tidak bermasalah.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Partai Golkar, Firman Soebagyo, menilai situasi ini mencerminkan inkonsistensi pemerintah. Firman, yang juga Ketua Dewan Pembina SOKSI, mengungkapkan bahwa pembangunan kawasan PIK sejak era Presiden Soeharto sudah dinyatakan bermasalah berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
“Saya sudah menyampaikan sedari awal, bahwa sejak di era Pak Harto reklamasi serta pembangunan kawasan PIK itu memang telah dinyatakan bermasalah melalui KLHS. Maka saat itu ditolak dan dibatalkan,” kata Firman Soebagyo kepada Rakyat Menilai pada Kamis (2/1/2025).
Namun, ia heran bagaimana proyek ini bisa dilanjutkan meskipun telah mendapatkan penolakan keras dari DPR RI, khususnya Komisi IV.
“Anehnya, dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan kawasan PIK dilanjutkan dan berjalan mulus, padahal ketika itu kami di Komisi IV DPR RI telah melakukan penolakan keras karena ada prinsip-prinsip yang dilanggar, yaitu tata ruang dan KLHS,” ujar Firman.
Pembangunan Bermasalah
Firman secara tegas mendukung evaluasi terhadap proyek PIK 2 dan bahkan mengusulkan agar status PSN-nya dicabut. Menurutnya, pembangunan yang dilakukan harus berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan hanya menguntungkan pihak tertentu.
“Saya sangat setuju kalau proyek PSN PIK 2 harus dievaluasi secara menyeluruh dan dikaji secara mendalam atau bahkan dibatalkan status PSN-nya. Sebab kita perlu melihat azas manfaatnya untuk rakyat atau kepentingan siapa. Apalagi kalau hanya untuk kepentingan pengusaha,” tegas Firman.
Masalah lingkungan juga menjadi perhatian. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sebelumnya mengungkapkan bahwa dari total 1.705 hektar proyek PIK 2, sebanyak 1.500 hektar merupakan kawasan hutan lindung. Firman menegaskan bahwa kawasan ini harus dilindungi berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Keberadaan hutan lindung tak boleh diganggu gugat. Proyek apa pun, termasuk PSN, harus tunduk pada aturan ini. Hutan lindung adalah bagian penting untuk menjaga kelestarian dan ekosistem lingkungan,” ujar Firman.
Inkonsistensi Pemerintah
Firman juga mengkritik pernyataan yang saling bertentangan dari pejabat pemerintah terkait proyek ini.
“Jangan sampai ada menteri yang dulu bilang proyek ini sudah clear, tetapi kemudian dianulir sendiri. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak menguasai masalah. Ketidakpastian seperti ini memunculkan krisis kepercayaan, baik dari masyarakat maupun dunia usaha,” ujarnya.
Menurutnya, inkonsistensi dalam penerapan regulasi menjadi ancaman serius bagi iklim investasi di Indonesia. Firman menekankan pentingnya koordinasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan tata ruang, khususnya untuk proyek besar seperti PIK 2.
“Kalau sejak awal sudah menyalahi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka sudah sepatutnya proyek ini dievaluasi dan dibatalkan,” tegas legislator asal Jawa Tengah ini.
Kepentingan Rakyat dan Lingkungan
Firman meminta agar pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan. Ia mengingatkan bahwa regulasi yang berpihak pada masyarakat tidak boleh diabaikan demi dalih investasi.
“Investasi memang penting, tapi jangan sampai mengorbankan rakyat dan kelestarian lingkungan. Regulasi harus ditegakkan, jangan ditabrak atas nama investasi,” tandas Firman.
Di akhir keterangannya, Firman meminta para pejabat pemerintah untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan terkait proyek PIK 2. Menurutnya, ketidakpastian akibat pernyataan yang tidak konsisten dapat merugikan semua pihak.
“Hendaknya para aparatur pemerintah setingkat menteri harus lebih hati-hati membuat satu pernyataan. Harus bisa membaca apa keinginan presiden sebagai kepala pemerintahan. Jangan sampai ada pernyataan dari menteri yang dulu menyatakan tidak ada masalah, sekarang justru mempermasalahkan. Ini yang memunculkan ketidakpastian dunia usaha,” pungkas Firman Soebagyo.
Silahkan baca artikel sumber di golkarpedia.com